Page 71 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 DESEMBER 2020
P. 71
Menteri Tenaga Kerja dengan diterbitkannya surat 3-Menaker nomor M/3/HK.04/III/2020 tahun
2020 tentang perlindungan pekerja/buruh dan kelangsungan usaha dalam rangka pencegahan
dan penanggulangan COVID-19.
CURHAT BURUH: PERUSAHAAN TAK BERI FASILITAS KESEHATAN LAYAK SAAT
PANDEMI
Pandemi COVID-19 mengganggu roda perekonomian global, tak terkecuali Indonesia. Akibatnya
dunia usaha dan para pekerja juga tertekan dengan penyebaran virus yang mengganggu pola
perekonomian.
Serikat buruh menyebutkan jika saat ini banyak pengusaha yang tidak memperhatikan kesehatan
buruh dalam bekerja. Selain itu buruh menilai pengusaha memanfaatkan momentum ini untuk
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerjanya.
Selain itu apa lagi ya hantaman-hantaman keras yang dialami buruh selama pandemi Corona
ini? Berikut berita selengkapnya: Ketua Umum Federasi serikat buruh persatuan Indonesia
(FSBPI) Dian Septi mengungkapkan memang pemerintah berusaha untuk membuat berbagai
kebijakan untuk penyelamatan dunia usaha. Namun ada beberapa hal yang membuat buruh
tertekan selama pandemi COVID-19 ini.
Dian menyebutkan ada perusahaan yang memaksa buruh tetap bekerja meskipun terpapar risiko
COVID-19. "Sejak pandemi COVID-19 merebak di Indonesia, buruh di beberapa sektor seperti
manufaktur tetap diharuskan bekerja dengan fasilitas K3 yang terbatas," kata dia dalam
konferensi pers, Sabtu (19/12/2020).
Dia mengungkapkan berdasarkan penelitian Marsinah FM terhadap buruh di Jabotabek,
Karawang dan Jawa Tengah sebanyak 67,81% buruh masih harus berangkat kerja dengan
47,25% di antaranya tetap bekerja penuh seperti biasa, sementara sebanyak 17,12% menerima
pengurangan jam kerja.
Hal ini menunjukkan masih tingginya mobilitas kaum buruh sebagai manusia yang bisa berakibat
menjadi inang serta carrier COVID-19.
Menurut dia seharusnya kaum buruh yang diharuskan tetap bekerja ini mendapatkan fasilitas
kesehatan yang memadai untuk melindungi dari paparan virus Corona.
Namun faktanya mayoritas justru tidak memperoleh fasilitas kesehatan yang memadai. Bahkan
25,25% buruh bekerja tanpa sama sekali mendapatkan fasilitas kesehatan dari perusahaan.
"Padahal, orang bisa terpapar COVID-19 tanpa menunjukkan gejala dan hal tersebut dampaknya
tak membuat pengusaha tergerak untuk memberikan fasilitas kesehatan yang memadai," jelas
dia.
Kalaupun ada, fasilitas kesehatan sangat minim, sehingga buruh terpaksa merogoh kantong lebih
dalam lagi untuk membeli sendiri fasilitas kesehatan yang dibutuhkan.
Dian menyebut perusahaan tidak serius dalam mencegah penyebaraan COVID-19. Hal ini akan
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang dianggap sebagai penambah biaya
produksi.
Selain itu perusahaan juga tidak peduli jika buruhnya meregang nyawa sembari terus
mengumpulkan laba. "Di tengah pandemi eksploitasi buruh dipertontonkan secara kasat mata,"
ujarnya.
70