Page 28 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 18 FEBRUARI 2020
P. 28
lebih kecil. Penggunaan hukum itu biasanya terjadi dalam aturan untuk mendanai
badan pemerintah, dan mencegah penutupan layanan negara (shutdown).
Adapun jika dirunut sejarahnya, pada abad 19, setidaknya AS mencatat mempunyai
tiga Omnibus Law yang cukup signifikan. Salah satunya adalah Kompromi 1850
berisi lima ketentuan berbeda yang dirancang oleh Senator Henry Clay dari
Kentucky.
Saat itu, Clay membuat kompromi tersebut guna meredam perbedaan yang bisa
mengancam pemisahan diri dari negara bagian yang tidak melarang perbudakan.
Satu lagi adalah Omnibus Law pada 22 Februari 1889. Mengatur penerimaan empat
negara bagian ke AS: North dan South Dakota, Montana, dan Washington.
Di Irlandia, pemerintah setempat mengesahkan Amendemen Kedua Konstitusi pada
1941, berisi perubahan fundamental pada aturan hukum di sana. Kemudian di
Selandia Baru, sebuah Omnibus Law disahkan pada November 2016 berisi legislasi
bagi Wellington untuk memasuki Kerja Sama Trans Pasifik (TPP). Kemudian di
Australia, Canberra menelurkan Artikel 55 dalam Konstitusi berisi UU yang
mengubah sejumlah perpajakan.
Oleh karena itu, dia melanjutkan, pilihan strategi Indonesia dalam menerapkan
Omnibus Law sangatlah make sense mengingat iklim investasi dan daya saing
Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain (peer group) seperti Malaysia
dan Thailand.
"Hal tersebut tercermin dari laporan 'Ease of Doing Business (EODB)' 2020 yang
dirilis oleh Bank Dunia, Indonesia masih berada di peringkat 6 besar negara di
ASEAN dengan total skor 69,6 sedangkan Malaysia dan Thailand masing masing
memiliki total skor 81,5 serta 80,1," jelas Eddy seperti dikutip dari laman
Setneg.go.id.
Eddy menilai upaya untuk menciptakan lompatan besar demi mendekatkan visi
Indonesia Maju pasti membutuhkan sinergi berbagai bauran kebijakan dalam
mendukung investasi yang dapat dilakukan menggunakan instrumen Omnibus Law.
Upaya pemerintah Indonesia dalam menggenjot laju investasi untuk pertumbuhan
ekonomi nasional selaras dengan argumen Hermes & Lensink (2003) yang
menyatakan bahwa Foreign Direct Investment (FDI) memiliki dampak positif dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi terhadap negara penerima di mayoritas
negaranegara Amerika Latin dan Asia.
Sebagai negara berkembang dengan mayoritas penduduk usia produktif, peran
investasi dalam menyediakan lapangan kerja untuk mendorong sektorsektor
produktif menjadi fokus yang perlu mendapat perhatian.
Dalam publikasi World Bank pada September 2019 dengan judul 'Global Economic
Risks and Implications for Indonesia', kunci dari pertumbuhan ekonomi terletak
Page 27 of 185.