Page 170 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 JULI 2020
P. 170
AKIBAT PANDEMI COVID, PULUHAN RIBU PEKERJA DI BANUA 'NGANGGUR'
Banjarmasin , kalselpos .com - Selama pandemi Covid-19 berlangsung, puluhan ribu pekerja
di Banua dilaporkan terpaksa dirumahkan, dan sebagian lainnya di-PHK.
Sebab, berdasarkan data yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans)
Kalsel, hingga akhir Maret 2020 lalu saja, sudah terdapat 52 perusahaan yang telah
merumahkan karyawannya dengan jumlah 2.829 orang.
Selain itu, menurut Kadisnakertrans, H Siswansyah SH MH, dalam diskusi virtual yang dilakukan
PWI Kalsel, Rabu (15/7) siang, sektor UMKM juga ada yang dirumahkan, yakni sebanyak 2.141
orang. Kemudian, industri kecil menengah berjumlah 1.191 orang dan sektor informal lainnya
sebanyak 3.455 orang, termasuk buruh lepas yang menempati jumlah paling banyak, yakni
10.200 orang, rincinya.
Sementara itu, dalam diskusi yang sama, Guru Besar Ekonomi Bisnis Universitas Lambung
Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Prof Handry Imansyah menilai, produktifitas pekerja dan buruh
di Indonesia kalah saing di banding negara tetangga, membuat pemerintah harus mendorong
investasi baru salah satunya melalui RUU Cipta Kerja.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia jelas melambat dengan adanya Covid. Untuk memastikan
pertumbuhan ekonomi terjaga, ya ada dua cara yakni dengan mendorong investasi baru secara
kapital atau meningkatkan produktivitas pekerja. Kondisi saat ini, jelas produktivitas pekerja dan
buruh kita ini bermasalah. Jangankan di tingkat Asia, di tingkat ASEAN saja kita kalah saing,"
jelasnya.
Menurut Handry, pertumbuhan produktivitas Indonesia sangat lambat nyaris di sektor-sektor di
mana negara-negara lain justru unggul. Dari 2010-2014, bahkan hanya beberapa sektor seperti
garmen, karet, dan plastik yang produktivitasnya bisa bersaing.
"Dari data pertengahan dekade ini, pertumbuhan produktivitas kita hanya dapat skor 0,4. Ini
tertinggal dibandingkan Filipina (0,7), Malaysia (1,0), dan Singapura (1,3). Bahkan tren lima
tahun terakhir Vietnam dan Kamboja sudah lebih superior produktivitas buruhnya dibanding
Indonesia," bebernya.
Ekonom asal Kalimantan, ini juga menekankan, dalam persaingan global ekonomi saat ini, para
pekerja juga perlu melihat negara-negara tetangga dan saingan untuk menetapkan tuntutan.
"Kalau kita hanya melihat kondisi di dalam negeri saja, ini seperti katak dalam tempurung.
Kenyataannya, investor pasti akan masuk di negara yang produktivitasnya tinggi. Di Indonesia
saat ini keadaannya produktivitasnya rendah, upah pekerjanya juga lebih tinggi," ucapnya.
Oleh karenanya, Handry melihat pemerintah sebagai pengambil keputusan memang harus
segera mendorong kebijakan dan insentif lain demi menarik investasi baru agar terhindar
pertumbuhan ekonomi yang minus. "Kesempatan kerja harus dibuka, tidak bisa dinafikan perlu
ada investasi baru. Insentif-insentif dan kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business yang
sudah bagus ini harus ditingkatkan lagi melalui RUU Cipta Kerja," sebutnya.
Saat ini, pilihan untuk melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja dinilai sudah tepat.
Pengesahan beleid lebih cepat juga diyakini bisa segera mengakselerasi pemulihan ekonomi
Indonesia. "Dari berbagai pilihan yang bisa dilakukan, peningkatan investasi jadi yang paling
mungkin untuk dikejar saat ini sehingga memang perlu ada regulasi yang mengatur kemudahan
investasi ini," demikian Prof Handry Imansyah.
kalselpos.com : Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari Ini Banjarmasin Kalsel Kalimantan Nasional
dan Dunia []penulis : s.a lingga []penanggungjawab : s.a lingga.
169

