Page 217 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 JULI 2020
P. 217

"Kan pasti ada sponsor, tidak mungkin ia mengurus sendiri visanya. Kami menduga masih ada
              lubang yang bisa ditempuh oleh oknum-oknum tidak benar ini.

              "Pangkalnya ada di sana (Indonesia). Pengirimnya di sana siapa, siapa yang bermain di sana.
              Ini  harus  digali  dan  diselesaikan  di  sana.  Kalau  kami  hanya  kedatangan  orang,  pasti  ada
              seseorang atau kelompok di sana yang mengambil keuntungan dari ini dengan mengirimkan
              orang secara ilegal seperti ini.

              "Ini persoalan rumit dan harus melalui kordinasi dan kerja sama dengan beberapa pihak, tidak
              bisa Kemlu dan perwakilan Indonesia saja, semua harus bekerja sama dan berkomitmen kuat
              sehingga tidak ada oknum-oknum yang mengambil keuntungan," katanya.

              Eko menjelaskan masih cukup banyak jumlah PMI yang bekerja ilegal di Arab Saudi, seperti di
              Jeddah.  KJRI pun  hampir  setiap  hari  menerima aduan  dugaan penyiksaan  dan  pelanggaran
              kontrak kerja dengan tidak digaji yang dialami PMI.

              "Mayoritas [mereka] adalah tinggalan dari yang dulu sebelum ada moratorium. Inikan residu
              dari sebelumnya karena berangkat ilegal yang artinya juga perlindungannya lemah," katanya.

              Berkaca dari kasus ini, KJRI Jeddah meminta kepada seluruh masyarakat di Indonesia untuk
              tidak datang ke Arab Saudi dengan cara-cara ilegal, seperti menggunakan visa ilegal karena
              berpotensi akan menyulitkan para pekerja itu sendiri dalam mendapatkan hak dan perlindungan.

              "Kedua, begitu datang langsung lapor ke perwakilan Indonesia, seperti KJRI sehingga kami bisa
              memantau mereka ada dimana, kerja dengan siapa, nomor kontak berapa, sehingga begitu ada
              masalah kita bisa langsung membantu," ujar Eko.

              Harga calo: Satu tenaga kerja dihargai Rp100 juta  Maraknya penyelundupan pekerja migran
              Indonesia  (PMI)  yang  ilegal  ke  Saudi  tidak  lepas  dari  proses  visa  ziarah  yang  mudah  dan
              keuntungan yang menggiurkan.
              "Orang Saudi bayar 30 ribu Riyal Saudi atau Rp100 juta ke agen di Indonesia, seperti kasus Ibu
              Sulasih," kata Roland Kamal dari SBMI Jeddah.

              Sesampainya di Saudi, PMI ilegal tersebut dijemput oleh agen di sana tanpa melewati proses
              resmi dan melapor ke perwakilan Indonesia.

              "Karena dibeli mahal maka pengguna jasa melakukan eksploitasi. Harus juga dibayar mahal
              gajinya dari yang resmi 1.300 Riyal menjadi 3.100 Riyal. Problemnya kebanyakan dari mereka
              tidak bisa kerja karena perekrutan sembarangan oleh agen," kata Roland.

              Dalam undang-undang tentang tindakan pemberantasan perdagangan orang (TPPO) disebutkan
              pelaku tindak pidana ini bisa dihukum penjara maksimal 15 tahun penjara serta denda Rp600
              juta. Penyelundupan PMI secara ilegal ke luar negeri dapat dikategorikan dalam TPPO.

              "Harusnya agen-agen di Indonesia itu yang harus dihentikan. Dan pantau di gerbang bandara
              penerbangan internasional di Indonesia, ketahuan kok mana yang menggunakan visa bisnis dan
              ziarah. Dari hulu ini yang harus dibenahi," katanya.
              Proses  pengiriman  PMI  ilegal  mulai  marak  usai  dikeluarkannya  Keputusan  Menteri
              Ketenagakerjaan Nomor 260 Tahun 2015 tentang penghentian dan pelarangan penempatan TKI
              pada pengguna perseorangan di negara-negara kawasan Timur Tengah.

              "Pelarangan pengiriman perorangan itu tidak disertai solusi dari pemerintah, padahal banyak
              TKI yang ingin sekali bekerja di Saudi. Akibatnya maraklah terjadi penyelundupan," katanya.


                                                           216
   212   213   214   215   216   217   218   219   220   221   222