Page 136 - Berita Omnibus Law Cipta Kerja 17-18 Februari 2020
P. 136
Dengan sudut pandang kekerasan struktural, Omnibus Law berpotensi memiliki fungsi sama dengan
buldoser yang menumbangkan pohon-pohon dan mengeksploitasi hutan dalam jumlah masif, serta
menjadi mesin yang merepresi posisi pekerja dalam hubungan kerja industrial dengan pemilik modal.
Ekses lain dari dampak kekerasan struktural ini (ketidakadilan dan ketimpangan akses terhadap
sumber daya dan kesejahteraan) adalah potensi lahirnya kejahatan-kejahatan yang bersifat
konvensional. Saat struktur sosial tidak memberikan individu pilihan untuk secara sah memenuhi
kebutuhan hidup, maka cara tidak sah akan menjadi jalan keluar yang terpaksa harus dipilih individu
untuk bertahan.
Minim Ruang Partisipasi
Muncul kesan bahwa pemerintah menginginkan agar proses pembahasan dan pengesahan Omnibus
Law berlangsung cepat. Bahkan, perampungan draf RUU itu menjadi salah satu target dalam 100 hari
pertama masa jabatan periode ke-2 Presiden Joko Widodo. Namun proses penyusunan produk hukum
yang memiliki dampak luas ini sepatutnya dilakukan dengan membuka ruang partisipasi selebar
mungkin. Komunikasi politik dengan seluruh pemangku kepentingan harus segera dilakukan.
Saat esai ini diajukan, belum satu pun situs laman resmi, baik dari lembaga eksekutif maupun legislatif
yang mengumumkan RUU Cipta Kerja beserta naskah akademiknya kepada publik. Termasuk kantor-
kantor kementerian yang para menterinya mengantarkan langsung draf Omnibus Law itu ke Senayan.
Pada beberapa kalangan beredar dokumen digital naskah akademik RUU Cipta Karya setebal 2.276
halaman. Namun, pada naskah tersebut tidak terdapat keterangan tertulis yang jelas bahwa dokumen
itu adalah rancangan milik pemerintah yang diajukan ke DPR RI.
Protes publik yang luas selama proses Revisi UU KPK dan RUU KUHP yang berlangsung pada akhir
tahun 2019 lalu, selain problem substansi, juga dipengaruhi buruknya komunikasi politik yang
dilakukan oleh eksekutif dan parlemen kepada warga. Harapannya, pemerintah dan DPR RI tidak
kembali melakukan kegagalan komunikasi serupa ketika menyusun Omnibus Law ini. Para pembahas
Omnibus Law harus memperhatikan betul prinsip efisiensi berkeadilan dan prinsip berwawasan
lingkungan yang merupakan basis dalam penyelenggaraan eko nomi nasional (Pasal33 Ayat 4 UUD
1945). Konstitusi harus menjadi mantra yang bisa mencegah negara melakukan praktik kekerasan
struktural.