Page 147 - Berita Omnibus Law Cipta Kerja 17-18 Februari 2020
P. 147
KSPI kemudian menyoroti hilangnya pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Dalam UU itu diatur tentang sanksi bagi pengusaha yang tidak membayar
upah sesuai upah minimum.
"Kami sudah teliti, antar pasal-pasal tentang upah kalau disinkronkan sama saja dengan menghapus
upah minimum. Kalau tidak jeli, akan menganggap masih ada. Padahal tidak. Konseptornya sangat
pandai memecah-mecah pasal upah minimum," ujar dia.
Said menambahkan, kenaikan upah juga hanya akan diatur berdasarkan tingkat pertumbuhan
ekonomi. Berbeda dengan saat ini yang memformulasikan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Pertumbuhan ekonomi, kata Said, dihitung tanpa melihat inflasi sehingga akan kurang mencerminkan
kebutuhan hidup pekerja.
Belum lagi, soal nasib pekerja outsorcing dan karyawan kontrak yang bisa dikontrak seumur hidup.
Perusahaan, lanjut Said, tentu akan lebih memilih outsorcing atau kontrak ketimbang mengangkat
karyawan tetap demi mengurangi biaya pekerja.
Selain soal upah minimum yang disebut hilang, KSPI juga menggarisbawahi delapan persoalan lain
dalam RUU Cipta Kerja. Di antaranya potensi hilangnya pesangon, penggunaan outsorcing yang bebas
untuk semua jenis pekerjaan dan waktu yang tak terbatas, dan penggunaan karyawan kontrak yang
tak terbatas.
Selanjutnya, KSPI menilai RUU Cipta Kerja memuat jam kerja menjadi eksploitatif, potensi penggunaan
buruh kasar asing yang bebas, PHK yang dipermudah, hilangnya jaminan sosial bagi buruh, serta
sanksi-sanksi pidana bagi perusahaan yang dihilangkan.
Ia menambahkan, KSPI juga menyangkan pernyataan pemerintah yang menyebut bahwa penyusunan
RUU Cipta Kerja telah melibatkan serikat pekerja sejak awal. Ia menegaskan, KSPI tidak pernah
diundang dan diminta Kementerian Koordinator Perekonomian untuk ikut membahas RUU Cipta
Kerja.
"Semua draf RUU Cipta Kerja yang telah disampaikan ke DPR, KSPI tidak bertanggung jawab. Kami
tidak pernah diundang dan dimintai pandangan. Kami tidak terlibat," ujarnya.
KSPI mengaku masih percaya bahwa anggota DPR merupakan wakil rakyat yang akan menyampaikan
aspirasinya. Meskipun saat ini mayoritas partai berada di koalisi pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf
Amin.
"Pendekatan-pendekatan kami kepada anggota DPR mereka masih punya hati nurani dan pikiran yang
jernih," ujar Said.
Sejumlah serikat pekerja di Indonesia juga sudah menyiapkan daftar permasalahan yang disebabkan
oleh RUU Cipta Kerja. Khususnya yang berhubungan langsung dengan kelas pekerja.
"Draf sandingan KSPI lebih sebagai sebuah argumentasi yang dipersiapkan mengapa KSPI dan buruh
Indonesia menolak draf RUU Cipta Kerja tersebut," ujar Said.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan langsung draf RUU
Cipta Kerja ke Ketua DPR RI Puan Maharani pada Rabu (12/2). Draf itu berbeda dari yang disampaikan
Presiden Joko Widodo sebelumnya yakni Cipta Lapangan Kerja.
Airlangga menegaskan, bahwa pemerintah bakal menyosialisasikan Omnibus Law ke publik. "Jadi
sesudah surpres ini dberikan baik dari pemerintah ataupun DPR akan melakukan sosialiasi ke
masyarakat," kata Airlangga di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Airlangga mengaku tidak bisa memastikan kapan draf Omnibus Law mulai dibagikan ke publik. Ia
menyerahkan sepenuhnya mekanisme tersebut ke DPR. Ia menambahkan, nantinya bentuk sosialisasi