Page 222 - Berita Omnibus Law Cipta Kerja 17-18 Februari 2020
P. 222
Dalam RUU Cipta Kerja, lanjut Ida, pemerintah justru mengatur tentang program jaminan kehilangan
pekerjaan yang tak diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Program itu mengatur soal pemberian uang
saku, pelatihan vokasi, hingga jaminan akses penempatan.
"Upah minimum tidak hilang, pesangon juga tidak hilang. Tetap ada. Malah dalam UU itu kami
kenalkan program jaminan kehilangan pekerjaan, dalam konsepnya tidak menambah iuran baru. Nanti
ada restrukturisasi manfaat yang akan diberikan kepada pekerja," jelasnya.
"Makanya mari kita sama-sama baca. Kita berusaha, pemerintah berusaha menyeimbangkan antara
kepentingan buruh dengan kepentingan pengusaha. Kalau masih ada keberatan, ruang itu masih
terbuka untuk dialog," sambung Ida.
Penolakan terhadap RUU Ciptaker sebelumnya juga disampaikan Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia (KSPI), Alasannya, karena perubahan aturan terkait upah minimum.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan dalam draf Omnibus Law Cipta Kerja tak lagi diatur soal upah
minimum kabupaten (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK). Dengan demikian,
penentuan upah minimum hanya berdasarkan upah minimum provinsi (UMP).
"Ada yang bilang UMP, ada tapi sebenarnya tidak dibutuhkan oleh buruh, kecuali untuk DKI Jakarta
dan Yogyakarta. Di luar itu, UMP biasanya tidak digunakan. Kalau dipaksakan jadi turun," ungkap Said,
Minggu (16/2).
Ia mencontohkan saat ini upah minimum di Kabupaten Bekasi sebesar Rp4,4 juta dan Karawang Rp4,5
juta. Namun, jika mengacu pada UMP Jawa Barat yang hanya Rp1,8 juta, artinya akan ada potensi
pengurangan penghasilan bagi buruh usai Omnibus Law Cipta Kerja disahkan.
(psp/ain).