Page 73 - Berita Omnibus Law Cipta Kerja 17-18 Februari 2020
P. 73
Ia menegaskan bahwa kompensasi hanya diberikan kepada pekerja yang memiliki masa kerja paling
sedikit satu tahun. Hal itu, kata Iqbal, akan mendorong perusahaan mempekerjakan pekerja kontrak
kurang dari satu tahun. "Pilihan enam hari kerja dan tujuh hari kerja dihapus sehingga memungkinkan
pengusaha untuk mengatur jam kerja secara fleksibel," kata anggota tim perumus Undang-Undang No
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Un-dang No 2 Tahun 2004 tentang Pengaduan
Perburuhan itu.
Hal itu, kata dia, disebabkan dalam draf RUU tersebut hanya disebutkan waktu kerja paling lama 8 jam
dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 pekan.
"RUU ini membuka kemungkinan pekerja dipekerjakan tanpa batasan waktu yang jelas, sehingga
kelebihan jam kerja setelah sehari bekerja 8 jam tidak dihitung lembur," tambah Iqbal, yang pada 2013
berhasil terpilih sebagai Tokoh Buruh Terbaik Dunia dari "The Febe Elisabeth Velasquez Award",
serikat pekerja asal Belanda, dari 200 kandidat buruh lainnya di dunia.
Memuluskan TKA
KSPI menolak RUU Cipta Kerja karena dianggap merugikan buruh. KSPI juga akan melakukan aksi be-
sar-besaran selama draf RUU tersebut dibahas DPR. "Aksi ini tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di
daerah," tutur Said Iqbal.
Said Iqbal juga menyebut, tidak ada kepastian kerja dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta
Kerja. "Adanya RUU ini nanti akan membuat praktik alih daya dilakukan secara bebas, tanpa adanya
batasan waktu," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (16/2/2020).
Dia menambahkan, jika RUU tersebut diberlakukan, dikhawatirkan akan semakin banyak tenaga kerja
asing (TKA) yang masuk dan bekerja di berbagai sektor. Pasalnya, katanya, dalam RUU tersebut tidak
ada lagi kewajiban bagi pemberi kerja untuk memiliki izin tertulis untuk mempekerjakan TKA "Padahal,
sebelumnya, selain membuat rencana penggunaan TKA, merekawajib mendapatkan izin tertulis untuk
mendapatkan izin kerja," katanya.
RUU tersebut membolehkan TKA bekerja pada bidang kegiatan pemeliharaan mesin produksi untuk
keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu
tertentu, untuk bebas masuk ke Indonesia.
Selain itu, TKA boleh menjabat sebagai anggota direksi atau anggota dewan komisaris dengan
kepemilikan saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. "Tenaga asing yang
bekerja di Indonesia juga tidak perlu memiliki kualifikasi memiliki pengetahuan, keahlian,
keterampilan di bidang tertentu, dan pemahaman budaya Indonesia," katanya.
Dengan kata lain, katanya, tidak ada lagi kewajiban bagi TKA untuk bisa berbahasa Indonesia. Hal itu,
menurut Iqbal, akan menyulitkan dalam hal transfer pengetahuan dan keahlian. Sebelumnya,
pemerintah menyerahkan draf RUU tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Penyerahan draf
tersebut mengundang reaksi keras dari para buruh yang menilai RUU tersebut berpihak pada
pengusaha.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mengatakan Baleg akan siap
membahas Omnibus Law Rancangan Un-dang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) apabila Badan
Musyawarah (Bamus) memutuskan hal tersebut. "Kalau diserahkan ke Baleg, ya kami bahas. Di Baleg
kalau ada apa-apa lebih enak (menyelesaikan persoalan)," kata Willy di Jakarta, Sabtu (15/2/2020).
Namun, dia menekankan bahwa semua keputusan ada di Bamus DPR, apakah RUU Ciptaker dibahas
di Panitia Khusus (Pansus) atau Baleg DPR RI. Dia menjelaskan, Surat Presiden (Surpres) dan draf RUU
Ciptaker akan dibawa di dalam Bamus DPR untuk ditentukan komisi atau alat kelengkapan dewan yang
diberikan ke-wenangan untuk membahasnya. "Rapat Bamus dulu untuk memutuskan, apakah dibahas
di Pansus atau di Baleg. Rapat Bamus belum dilaksanakan," ujarnya.