Page 162 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 DESEMBER 2020
P. 162

mencatat,  menertibkan  masyarakat."  Rentan  Jadi  Korban  Sindikat  Perdagangan  Orang  Per
              November 2020, dari 10.395 buruh migran Indonesia yang pergi ke puluhan negara tujuan, di
              antaranya ke Taiwan, Hong Kong, Malaysia, Singapura, dan Arab Saudi, terdapat 98 pengaduan,
              menurut Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

              Kasus-kasus pengaduannya meliputi gaji tidak dibayar, penipuan peluang kerja, deportasi, tidak
              dipulangkan meski kontrak kerja selesai, pekerja ingin dipulangkan, di antara puluhan kasus lain.
              Terdapat dua kasus perdagangan orang per November 2020, menurut data resmi pemerintah.

              Berdasarkan pantauan tren pendampingan kasus buruh migran oleh Migrant CARE, organisasi
              nirlaba yang membuka hotline pengaduan, indikasi perdagangan manusia masih jadi masalah
              besar dalam mewujudkan migrasi aman bagi pekerja migran Indonesia.

              Pada 2019, Migrant CARE mendapatkan 272 aduan kasus indikasi trafficking, pada 2018 ada 215
              kasus.

              Sebetulnya Indonesia memiliki preseden baik dalam penegakan hukum atas kasus perdagangan
              orang, menurut Migrant CARE.

              Pada  awal  Desember  2019,  Pengadilan  Negeri  Tangerang  memvonis  penjara  11  tahun  plus
              denda Rp200 juta kepada pelaku perdagangan orang. Pelaku juga diwajibkan membayar restitusi
              kepada  korban  sebesar  Rp138  juta.  Korban  adalah  perempuan  yang  dipekerjakan  di  daerah
              konflik setelah terjebak iming-iming upah tinggi.

              Migrant CARE juga masih mendampingi kasus kriminalisasi secara masif terhadap pekerja migran
              Indonesia yang mengalami pelanggaran hak dan diduga menjadi korban perdagangan orang
              oleh  perusahaan  di  Malaysia.  Penelusuran  mereka,  ada  kesamaan  alamat  fisik  kantor  dan
              beberapa kasus serupa dalam beberapa waktu sebelumnya. Situasi ini menggambarkan masih
              ada  ruang  impunitas  terhadap  para  pelaku  perdagangan  orang.  Di  sisi  lain  menunjukkan
              penegakan hukum masih setengah-setengah.
              Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo berkata perempuan pekerja migran Indonesia
              masih sangat rentan menjadi korban perdagangan orang.

              Hal itu karena mayoritas pekerja migran adalah perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumah
              tangga, yang juga mendorong perempuan-perempuan muda direkrut meski belum cukup umur,
              menurut Wahyu.

              Selain  itu,  pola  migrasi  di  Indonesia  adalah  migrasi  berbiaya  tinggi  sehingga  bisa  menjadi
              dorongan ada jebakan utang, ujarnya.

              "Sementara di Malaysia dan Arab Saudi belum mengakui PRT sebagai pekerja formal. Sehingga
              tidak ada jaminan perlindungan," tambahnya.
              Meski Indonesia saat ini sudah punya regulasi, sayangnya, tidak dibarengi dengan penegakan
              hukum  yang  serius.  Menurutnya,  aparat  penegak  hukum  terutama  di  daerah  belum  punya
              pengetahuan yang cukup dan memadai untuk mencegah terjadinya trafficking.

              Wahyu mengapresiasi munculnya peraturan desa tentang perlindungan pekerja migran seperti
              di Desa Bringinan, karena bisa "cukup efektif" mencegah proses perekrutan ilegal di desa.

              "Inisiatif  ini  sudah  banyak  dilakukan  di  berbagai  desa,  misalnya  desbumi  atau  desmigratif,"
              katanya.

              Ia menilai cara paling ampuh untuk memutus mata rantai sindikat perdagangan orang sebetulnya
              sudah punya dasarnya. Pemerintah Indonesia perlu serius menjalankan UU No. 21 Tahun 2007


                                                           161
   157   158   159   160   161   162   163   164