Page 160 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 DESEMBER 2020
P. 160
Sampai di penampungan di Taipei, Utari yang saat itu berusia 24 tahun baru mengetahui
pekerjaannya adalah pemandu karaoke sekaligus harus bersedia menemani tamu melakukan
aktivitas seksual.
Para pekerja migran asal Kalimantan, yang jadi teman satu penampungan, yang
memberitahunya. "Kok kamu mau kerja begitu?" kata mereka. Utari takut. Ia juga takut atas
nasib yang sama dengan mereka, yang kemungkinan juga adalah korban perdagangan orang.
Mereka tak cuma jadi pemandu karaoke, tapi ada yang dipaksa kawin kontrak.
Utari menolak. Ia minta ke agen di Taipei untuk pindah pekerjaan. Agen menyuruhnya bekerja
di perkebunan kelengkeng.
Bekerja di perkebunan sangat melelahkan, kata Utari. Ia harus menyemprot tanaman
kelengkeng setiap hari. Ia hanya bertahan beberapa hari. Agen menjemputnya dan memaksanya
kembali bekerja di karaoke. "Kalau saya menolak," katanya, "Saya didenda Rp11 juta." Saat
itulah, dalam situasi putus asa, Utari berniat bunuh diri.
Namun, niat itu dicegah oleh teman-teman satu penampungan. Mereka menyarankan Utari
menghubungi kenalan atau orang terdekat, yang mungkin mau membayar uang tebusan. Salah
satunya menenangkan Utari jika dia bunuh diri, situasinya bakal lebih ribet. Mereka semua
pekerja ilegal, yang kemungkinan lebih buruk lagi: mati tanpa diketahui keluarganya di kampung,
jasad tanpa nama.
Membayangkan kengerian itu, Utari menelepon seorang kenalannya, yang kelak menjadi
suaminya. Berbekal bantuan dari temannya, Utari melarikan diri. Lalu, menyerahkan diri ke polisi.
Di kantor polisi itu ia ditahan selama 14 hari. Utari dipulangkan setelah temannya membayar
tebusan. Belakangan, Utari baru mengetahui visa dia yang diberikan oleh pihak agen adalah visa
turis tiga minggu, bukan visa izin bekerja.
Puluhan ribu Buruh Migran Setiap tahun, puluhan ribu buruh migran perempuan mendatangi
negara-negara tujuan, berbekal impian ingin mengubah ekonomi keluarga di kampung halaman.
Menurut data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, ada 8.925 buruh migran
perempuan dari total 10.395 tenaga kerja Indonesia pada periode November 2020. Jumlah ini
menurun ketimbang periode November 2019 (15.371 pekerja migran perempuan), kemungkinan
karena dunia saat ini menghadapi pandemi COVID-19.
Jumlah itu adalah hitungan resmi terdaftar, artinya mereka bekerja ke luar negeri dengan
prosedur legal. Setiap tahun, lalu lintas perdagangan orang terekam oleh otoritas resmi. Tahun
lalu saja, Kementerian Luar Negeri Indonesia mengidentifikasi ada 259 kasus perdagangan
orang.
Kabupaten asal Utari adalah satu dari lima penyumbang terbesar tenaga kerja Indonesia.
Tercatat, ada 570 buruh migran dari Ponorogo pada November 2020.
Kendati setiap tahun ribuan masyarakatnya mencari peruntungan ekonomi ke luar negeri,
pemerintah daerah Ponorogo belum memiliki peraturan khusus yang mengatur pekerja migran.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Ponorogo, Bedianto, berkata perda itu "sedang digodok". Namun,
apa yang dimaksud Bedianto sebetulnya Rancangan Perda Nomor 9 tentang larangan bercerai
bagi pekerja migran.
Anggota parlemen daerah Ponorogo di Komisi Kesejahteraan Sosial, Eka Miftakhul Huda, berkata
perda tentang perlindungan pekerja migran "masih sedang proses". Pemda Ponorogo belum
punya aturan khusus yang melindungi buruh migran asal daerahnya. Mereka sempat
membahasnya tapi "tidak sampai selesai karena waktu itu sudah ada Undang-Undang Nomor
18, akhirnya tidak jadi diteruskan," kata Miftakhul.
159

