Page 107 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 02 DESEMBER 2019
P. 107
Soal pekerja migran Indonesia ilegal yang saat ini menghuni shelter, menurut
Konsul Jenderal Republik Indonesia, karena selama ini Dubai menjadi hub yang
menghubungkan dengan beberapa kota di Uni Emirat Arab dan beberapa negara
lainnya seperti di Eropa, Afrika, Amerika dan Asia lainnya.
Selama ini pekerja migran Indonesia ilegal menggunakan visa turis untuk melakukan
perjalanan ke Dubai dan saat tiba di Dubai, mereka dijemput oleh sponsor atau
agen untuk disalurkan ke kota atau negara yang dituju tanpa ada kepastian atau
kejelasan dimana mereka akan ditempatkan. Pada akhirnya banyak pekerja migran
Indonesia ilegal yang terlantar di Dubai dan ditampung di shelter KJRI Dubai.
Saat ini terdapat 100 orang yang menghuni shelter untuk menunggu pemulangan
mereka ke tanah air. Selain itu terdapat kurang lebih 20 orang pekerja migran
Indonesia ilegal yang masuk ke shelter setiap bulannya dengan segala
permasalahan. KJRI Dubai ibarat melakukan tugas "cuci piring" atas permasalahan
pekerja migran Indonesia ilegal tersebut. Secara khusus, KJRI Dubai mengharapkan
adanya regulasi untuk melindungi pekerja migran Indonesia untuk memperoleh
jaminan kelamatan, pendidikan keterampilan, khususnya sejak dari Indonesia.
Selama ini 80% pekerja migran Indonesia di Uni Emirat Arab bekerja di sektor
informal sebagai pembantu rumah tangga.
Sementara itu, Pekerja Migran Indonesia yang menghuni shelter menyampaikan
bahwa perjalanan mereka menuju ke Dubai atau negara lain diatur oleh sponsor
atau agen, tanpa mereka mengetahui akan ditempatkan dimana atau dengan siapa
mereka akan bekerja. Mereka hanya dijanjikan akan bekerja dengan gaji yang
tinggi.
"Saya hanya dijanjikan kerja dengan majikan yang baik dan digaji tinggi, tapi saat
saya kerja, saya sering dipukul dan dianiaya, gaji yang dijanjikan hanya diberikan 2
bulan pertama, selanjutnya gaji kami tidak dibayar," kata Imas, pekerja migran
Indonesia dari Garut, Jawa Barat.
Wakil Ketua DPD RI, Mahyudin secara khusus menyoroti Peraturan Menteri Nomor
260/2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia pada Pengguna Perseorangan atau moratorium ke khususnya sektor
pembantu rumah tangga di seluruh negara Timur Tengah. Karena sejak
moratorium, masih banyak pekerja migran Indonesia ilegal yang bekerja di Timur
Tengah, "Moratorium perlu ditinjau ulang, karena dimanfaatkan oleh sponsor atau
agen yang tidak bertanggungjawab, pekerja migran Indonesia ilegal, sebagian besar
bekerja sebagai pekerja rumah tangga, sangat rentan dan lemah kepada pihak
ketiga sehingga tidak ada lagi perlindungan," kata Mahyudin.
Sebenarnya potensi pekerja migran Indonesia sungguh luar biasa. "Pekerja migran
Indonesia yang bekerja secara legal bekerja dengan penuh kepastian. Mereka
bekerja sebagai pekerja di bidang pertambangan, hospitality, olahraga maupun
sebagai imam masjid," kata Ridwan Hasan, Konsul Jenderal Republik Indonesia di
Page 106 of 170.