Page 83 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 DESEMBER 2021
P. 83

Pandemi  selalu  dijadikan  dalih  menyengsaraan  kesejahteraan  buruh  di  tengah  mulai
              merangkaknya harga kebutuhan pokok. Apalagi pengesahan Undang-Undang (UU) Omnibus Law
              yang orientasinya meningkatkan investasi domestik dengan risiko menumbalkan buruh. Upah
              minimum dihitung tidak lagi berdasarkan pertumbuhan ekonomi tahunan nasional tapi provinsi.
              Sedangkan perhitungannya menghilangkan unsur inflasi dalam perhitungan upah minimum.

              Keberatan  buruh  terhadap  kenaikan  UMP  didukung  dengan  keputusan  Mahkamah  Konstitusi
              (MK) terhadap UU Omnibus Law No. 11/2020 tentang Cipta Kerja yang melanggar konstitusi
              atau inkonstitusional. MK menilai, dalam pembentukannya UU Ominbus Law tidak memegang
              asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan pertemuan dengan beberapa pihak.

              MK  akan  menangguhkan  segala  kebijakan  yang  bersifat  strategis  dan  berdampak  luas  dari
              Omnibus  Law  UU  11/2020.  UU  tersebut  menyebabkan  kerugian  hak  konstitusional  seperti
              terpangkasnya  waktu  istirahat  mingguan,  menghapus  sebagian  kebijakan  pengupahan  yang
              melindungi pekerja atau buruh, dan menghapus sanksi bagi pelaku usaha yang tidak bayar upah.

              Persepsi  masyarakat  yang  mayoritas  bekerja  sebagai  buruh  kontrak  dan  tetap  adalah
              keberpihakan pemerintah terhadap pelaku usaha. Dalih investasi menjadi angin segar pemeritah
              dan pengusaha untuk menekan upah semaksimal mungkin. Buruh dipaksa menyetujui aturan
              atau  kebijakan  yang  kurang  begitu  melibatkan  buruh  dalam  proses  pembahasan  ngebut  UU
              Omnibus Law.

              Menatap tahun 2022, buruh dipaksa 'puasa sejahtera' di tengah pujian negara lain terhadap
              penanganan  pandemi  Covid-19.  Anggapan  uang  pelicin  dari  pengusaha  kepada  pemerintah
              untuk meminimalkan upah menjadi isu nasional di kalangan buruh. Buruh tidak punya kekuatan
              mempengaruhi atau setidaknya diajak diskusi berkaitan dengan penetapan upah.

              Pengusaha merayakan kemenangan dalam pertempuran konsep upah dengan buruh. Metode
              kenaikan  upah  tahun  2022  bisa  dijadikan  potret  tahun-tahun  berikutnya  bahwa  buruh  tidak
              begitu berharga bagi kemajuan negara. Buruh tetap buruh yang harus rela diupah berapapun.
              Apalagi ancaman PHK masal dari pengusaha yang membuat pemerintah minder. Pemerintah
              lebih  bangga  punya  data  penurunan  jumlah  pengangguran  meskipun  rakyatnya  menderita
              dengan upah yang seadanya.

              Usaha gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang sedang mengkaji penetapan upah minimum
              provinsi (UMP) tahun 2022 dengan formula UMP ganda terkesan basa-basi politis saja. Akhir
              tahun  ini  telah  terjadi  anomali  di  sektor  ekonomi  pasca  pandemi.  Pengusaha  akan  mudah
              beralasan pandemi telah berdampak terhadap sektor usahanya. Sedangkan pemerintah tidak
              akan tegas mengintervensi jenis perusahaan yang mengaku tidak terdampak pandemi.

              Sebelum demo masal buruh meluas ke berbagai daerah di tengah pandemi, pemerintah harus
              bisa  memfasilitasi  dialektika  antara  pengusaha  dan  buruh.  Minimal  ada  konsep  bahwa
              perusahaan dan karyawan itu sifatnya saling membutuhkan (simbiosis mutualisme). Karyawan
              butuh  upah  untuk  kesejahteraan  hidupnya,  sedangkan  perusahaan  butuh  karyawan  untuk
              menjalankan proses produksi.

              Pemerintah  harus  bisa  cermat  mengambil  kebijakan  menemukan  solusi  terhadap  keinginan
              buruh mengenai upah. Pandemi memang harus dimaklumi, namun mengorbankan buruh sebagai
              penggerak  roda  perusahaan  dan  ekonomi  nasional  adalah  ketegaan  pemerintah
              menyengsarakan  rakyatnya.  Pandemi  tidak  mempengaruhi  meningkatnya  harga  kebutuhan
              pokok, namun pandemi dijadikan alasan untuk meminimalkan kenaikan UMP. (HP : 0821 3885
              2912.




                                                           82
   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88