Page 176 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 2 SEPTEMBER 2021
P. 176
upah; (b) cara pembayaran upah yang dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap; dan (c)
jangka waktu berlakunya kesepakatan."
Pembayaran upah secara dicicil ini sudah dirasakan sebagian kaum buruh di masa pandemi.
Masalahnya, kebutuhan hidup seperti uang kontrakan, kebutuhan susu anak, nutrisi sehari-hari
tidak bisa ditunda. Perut lapar tak bisa ditunda. Sebaliknya, perut yang keroncongan tanpa nutrisi
berimbas pada hancurnya imunitas tubuh yang mengundang ragam penyakit, pun memperbesar
peluang terpapar virus corona.
Perubahan sistem kerja ini tak jarang memicu konflik di lapangan dan mempersulit kehidupan
buruh. Sebagian perusahaan di KBN Cakung misalnya, menerapkan sistem kerja shift pagi dan
siang yang menguras tenaga kaum buruh, terlebih buruh perempuan. Sistem kerja shift pagi
diberlakukan dari jam 06:00 - 12:00 WIB, sementara shift kerja siang dari jam 12:00 - 18.00
WIB. Kedua jam kerja tersebut diberlakukan tanpa adanya jam istirahat.
Anis, salah seorang buruh perempuan di KBN Cakung, yang memiliki anak usia batita
menyampaikan harus berangkat kerja jam 04:00 dari rumahnya yang terletak di Babelan, Bekasi.
Sebelum berangkat kerja, ia masih harus menyelesaikan pekerjaan domestik seperti
membersihkan dan merapikan rumah, hingga memasak. Sebagian yang lainnya, terpaksa
menggunakan ojek online karena angkutan umum belum tersedia sepagi itu. Biaya ojek online
tentu jauh lebih mahal dibandingkan angkutan umum.
Cerita Reza lebih pilu lagi; ia terpaksa meninggalkan kedua anak kecilnya (anak pertama usia 7
tahun, anak ke dua usia 1 tahun) yang masih tidur di kamar rusunnya seorang diri dengan pintu
terbuka karena suaminya harus mengantarnya bekerja di waktu subuh tersebut. Pintu dibiarkan
terbuka agar bila terbangun kedua buah hatinya mengira kedua orangtuanya sedang keluar
sebentar. Dengan kecepatan tinggi, sang suami mengantarkannya ke tempat kerja, berkejaran
dengan waktu agar saat sampai ke tempat tinggal kedua buah hatinya belum bangun. Bila kedua
buah hati mendapati tempat tinggal kosong tanpa kedua orangtuanya, tentu mereka akan
ketakutan.
Beruntung, hingga kini, yang dikhawatirkan belum terjadi. Sebenarnya, itu bukan pilihan yang
dimau Riza dan suami. Andai ada pilihan lain tentu akan diambil. Betapapun begitu, Reza masih
harus menerima pil pahit upah dicicil. Sungguh tidak sebanding dengan pengorbanan yang ia
dan keluarga lakukan demi berlangsungnya kegiatan usaha bisnis perusahaan.
"Demi keberlangsungan usaha dan kerja," demikian ungkapan sakti Kementerian
Ketenagakerjaan saat menerbitkan Kepmen 104/2021. Pemerintah sepertinya lupa, kerja adalah
mulia karena memberi nilai fungsi, nilai guna, nilai tukar pada komoditas (barang dagangan).
Kerja memberi sentuhan hingga sebuah benda/karya/layanan jasa bisa bermanfaat bagi umat
manusia. Namun kerja yang eksploitatif tidak lagi mulia. Kerja yang mulia adalah kerja yang
layak dengan upah layak dan kondisi kerja yang layak.
Pandemi Covid-19 adalah bencana dunia; ia terjadi di seluruh belahan dunia, dirasakan oleh
seluruh umat manusia, termasuk buruh. Mengorbankan kondisi kerja buruh menjadi semakin
buruk mengatasnamakan bencana nasional dan dunia berupa pandemi Covid-19 merupakan
mimpi buruk.
Akhir kata, demi mengaburkan niat memperburuk kondisi pekerja, dicantumkanlah ungkapan
pemanis "berdasarkan dialog, kesepakatan antara pekerja/buruh/SP/SB dan perusahaan", tanpa
mempertimbangkan adanya relasi kuasa yang timpang antara buruh dan pengusaha. Lalu di
mana fungsi pengawas?
175