Page 82 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 AGUSTUS 2020
P. 82
Ia mengatakan, pemerintah masih terus membahas mekanisme penyaluran insentif, opsinya
langsung diberikan dalam satu waktu atau secara bertahap. Ia juga memastikan akan terus
berkomunikasi secara intens dengan Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi
Nasional.
"Ini lagi difinalisasi di tempatnya Ketua Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional,
Pak Budi Gunadi Sadikin. Komunikasinya intens (menentukan) bagaimana skema yang paling
pas dan cepat," tuturnya.
Apalagi dalam kondisi pandemi, pemerintah ingin memberikan dukungan langsung kepada
masyarakat untuk mendorong konsumsi dan mengurangi beban masyarakat akibat pandemi.
Ketepatan dan kecepatan dalam penyaluran insentif pemerintah, lanjut dia, merupakan hal yang
sangat penting, sehingga pemerintah kini mengumpulkan data jumlah tenaga kerja yang berhak
menerima insentif tersebut.
Selain cepat dan tepat, dalam penyaluran insentif juga dibutuhkan data yang akuntabel dan
dapat dipertanggungjawabkan. "Sebab, pemerintah ingin memastikan bahwa dana tersebut
sampai ke penerima dengan tepat sasaran. Ini yang sedang kami pikirkan bagaimana caranya
agar efisien karena memang kami tidak punya data. Datanya itu kami kumpulkan semua dan
dipastikan bahwa ini lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan. Ini kerja keras birokrat dengan
harapan agar uang bisa sampai dengan solusi pas dan tepat, itu keyword-nya," tandasnya.
Harus ke Semua Pekerja
Sementara itu, pandangan berbeda dikemukakan Direktur Eksekutif In-stitute for Development
of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad. Ia mengatakan, pemberian untuk masyarakat
berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan akan menyebabkan ketidakadilan dan kesenjangan.
Menurut dia, program ini juga dinilai tidak berdampak besar untuk meningkatkan konsumsi
rumah tangga.
"Kenapa hanya peserta BPJS Ketenagakerjaan yang dijadikan dasar? Kalau bantuan ini disebut
untuk pekerja, tentu semua tenaga kerja merasa berhak. Kita mengetahui yang bekerja sebagai
buruh, karyawan, atau pegawai di Indonesia itu ada 52,2 juta pekerja," ucap Tauhid Ahmad
dalam konferensi pers secara virtual pada Kamis (6/8).
Menurut dia, pemerintah harus bersikap adil dan memiliki kriteria ketat sehingga bantuan yang
diberikan bisa tepat sasaran. Di sisi lain, tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan
kerja atau PHK juga belum semuanya menerima bantuan dalam program Jaring Pengaman Sosial
(JPS).
"Menurut saya gagasannya menarik, tetapi pertanggungjawabannya akan menjadi masalah di
kemudian hari. Ini karena dasar yang dijadikan penentuan masyarakat mendapatkan bansos
baru untuk pekerja," ucap Tauhid.
Tauhid juga menuturkan, masyarakat dengan pendapatan Rp 5 juta per bulan pun sebenarnya
bukan masuk dalam kategori warga miskin. Dari sisi pengeluaran, lanjut dia, seharusnya bantuan
tunai ini diberikan untuk mereka yang berpendapatan di bawah Rp 2,3 juta per bulan.
"Mereka yang sebenarnya yang paling berhak. Jadi, ada gap antara sasaran dan pengeluaran
yang mereka keluarkan," ucap Tauhid.
Ia mengatakan, penghasilan buruh pun saat ini masih berada pada level Rp 2,9 juta per bulan.
Bila mereka yang tidak termasuk buruh akan mendapatkan bantuan, maka akan ada
kesenjangan yang semakin besar antara masyarakat desil satu dengan kelompok lebih mampu.
81