Page 87 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 AGUSTUS 2020
P. 87
Demikian benang merah Zoom-ing with Primus bertema 'Strategi Menarik Investasi' yang
disiarkan langsung di Beritasatu TV, Kamis (6/8/2020). Tampil sebagai pembicara Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri
(Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani, dan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan
Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Mardani H Maming. Acara dipandu oleh Direktur
Pemberitaan Berita Satu Media Holdings (BSMH) Primus Dorimulu.
Bahlil Lahadalia menjelaskan, krisis yang dipicu Covid saat ini dan masalah ketenagakerjaan bisa
diselesaikan apabila tata kelola sistem investasi dibenahi. Hal tersebut akan diakomodasi dalam
RUU Cipta Keija (Ciptaker) yang saat ini dibahas antara DPR dan pemerintah.
Bahli menyebut ada empat catatan penting dalam UU Ciptaker yang merupakan 'peleburan' dari
79 UU sektoral tersebut. Pertama, terkait kewenangan. Menurut Bahlil, kewenangan perizinan
tidak serta merta ditarik ke pusat. Namun, pemerintah daerah (pemda) akan diberikan batas
waktu untuk menerbitkan izin kepada investor. Jika hingga batas waktu izin tidak keluar,
kewenangan ditarik ke Presiden. Kemudian, Presiden berhak memberikan perintah kepada
gubernur, bupati, wali kota, menteri, ataupun kepala badan untuk membuat ke-putusan, sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
"Dalam Omnibus Law ini, semua perizinan akan ditarik dulu ke Presiden. Setelah itu, izin
dikembalikan ke gubernur, bupati, wali kota, menteri ataupun kepala badan, disertai dengan
aturan main. Selama ini tidak ada aturan mainnya. Supaya, jangan lagi kita terhalang-halangi,"
kata Bahlil.
Kedua, UU Ciptaker mendukung UMKM. Pemerintah berupaya meminimalkan persyaratan yang
diperlukan pelaku UMKM untuk mendapatkan izin usaha.
Ketiga, RUU Ciptaker akan memberikan landasan hukum atas kewajiban kemitraan perusahaan
besar dengan UMKM. Pelaku usaha besar diwajibkan menggandeng UMKM.
Keempat, menyangkut masalah lingkungan. Bahlil menyatakan, Omnibus Law juga dapat
menyelesaikan persoalan izin usaha dan investasi terutama terkait analisis mengenai dampak
lingkungan (amdal).
"Di daerah, bikin kebun sekitar 8.000 meter persegi, tapi biaya amdal bisa Rp 800 juta sampai
Rp 900 juta, ada yang sampai Rp 1 miliar. Investasinya padahal cuma Rp 800 juta. Ini kan tidak
masuk akal," ucap dia.
Menurut Bahlil, dalam RUU Cipta Keija, tidak semua kelas pengusaha membutuhkan Amdal.
Untuk kelas menengah, ada upaya pengelolaan lingkungan hidup (UPKL) dan upaya pemantauan
lingkungan hidup (UPLH). Adapun untuk usaha skala besar tetap mensyaratkan amdal dengan
persyaratan yang tidak terlalu rumit.
Bahlil mengakui perlu ada penyempurnaan dalam beberapa bagian di Omnibus Latv. Dia pun
meminta semua pihak untuk memberikan masukan guna penyempurnaan. "Ayo, selama ruang
pembahasan masih dibuka, kita sama-sama melakukan demi kepentingan bangsa dan negara.
Boleh demo, tapi yang konstruktif. Kita inginkan win-win solution, jangan menuntut yang aneh-
aneh," ujar dia.
Menyinggung ihwal online singie submission (OSS), Bahlil mengakui hal itu harus dibenahi.
Melalui Inpres Nomor 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha, saat ini BKPM
telah mengambil alih kewen-angan dari 22 kementerian/ lembaga (K/L) untuk mempermudah
perizinan berusaha.
Bahlil juga menyatakan, BPKM mengubah strategi untuk menggaet investasi. Jika selama ini
hanya menggencarkan promosi, sekarang ini ada empat tahapan. Yaitu, BKPM melakukan
86