Page 186 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 186

sudah  ngantuk.  Kupadamkan  lampu  dan  kubaringkan  diri.
               Aku  merasa  hangat  dan  nyaman  menutup  mata,  melarutkan
               diri  dalam  kantuk,  dengan  sayup­sayup  suara  orang  ngobrol
               dalam nada naik turun. Aku merasa menjadi bagai bayi lagi,
               yang  ditidurkan  dan  dijaga  orang­orang.  Ada  beberapa  cara
               tidur  yang  sangat  nikmat  sehingga  aku  tak  membutuhkan
               masturbasi. Salah satunya adalah ini.
                   Setelah beberapa lama yang tak kusadari, aku terbangun
               oleh  suara  gaduh.  Kudengar  perempuan  menjerit­jerit.  Lalu
               bunyi  orang  tergopoh­gopoh.  Kudengar  suara  Pak  Pontiman
               dan  istrinya.  Aku  melompat  dari  baringanku.  Kucabut  badik
               yang  selalu  kubawa  dalam  ransel  dan  segera  berlari  ke  arah
               keributan. Aku bersiap menghadapi maling itu.
                   Pusat suara ada di bilik suami­istri muda yang tadi bega­
               dang.  Bapak  dan  Ibu  Pontiman  telah  berada  di  sana.  Di
               lantai kulihat si lelaki terbujur sambil terkejang dan terbatuk.
               Istrinya  mengurut  tengkuk  lelaki  itu  sambil  menjerit  panik
               dan menunjuk­nunjuk ke arah jendela yang terbuka. Meski ia
               menunjuk ke jendela, refleksku mengatakan bahwa aku harus
               segera  memeriksa  keadaan  kedua  anak  gadis.  Kutinggalkan
               tempat  itu.  Aku  bergegas  ke  bilik  mereka,  yang  terletak  di
               seberang kamar tidur orangtuanya. Kugebrak pintu yang ter­
               tutup itu. Lampu menyala. Tapi ranjang mereka kosong!
                   Aku terdiam beberapa saat. Sampai kudengar bunyi tangis
               yang lebih menyerupai rintihan. Jantungku berdetak kencang.
               Tapi bunyi itu berasal dari bawah ranjang. Kupanggil mereka
               sambil aku membungkukkan badan untuk melongok ke kolong
               tempat tidur. Agak bergidik aku menemukan dua bujur tubuh
               terbungkus selimut utuh, dalam gelap bayang­bayang ranjang.
               Apa  yang  terjadi  pada  mereka.  Kupanggil  nama  kedua  anak
               itu,  tapi  aku  hanya  mendengar  suara  mendengking  tertahan.
               Segera kucengkram selimut itu demi menyibakkannya.



             1
   181   182   183   184   185   186   187   188   189   190   191