Page 185 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 185
masih dalam hati. “Atau mungkin tak perlu ke Jepang. Cukup
nonton TV, baca komik, dan main playstation.”
“Apa, Dik?”
Aku baru sadar komentar terakhirku kuucapkan berbunyi.
Saat tidur pun tiba setelah kami makan malam bersama.
Pak Pontiman, istrinya, dan tiga anak perempuannya. Yang
dua sudah tampak gadis. Yang bungsu sangat jauh berbeda
usia. Pak Pontiman bercerita bahwa sebetulnya ia menuruti
kampanye Keluarga Berencana yang dicanangkan Bapak Pre
siden Soeharto waktu itu. Tapi, di dalam hati mereka ma
sih ingin juga punya anak lakilaki. Maka, setelah sepuluh
tahun kosong, ia dan istrinya cobacoba sekali lagi. Mencopot
kontrasepsi. Siapa tahu jadi bayi lelaki. “Tapi lahirlah si Dara
Putri Ayu ini. Tak apa. Kami tetap sangat mencintainya. Ya
sudah. Kami janji tidak akan cobacoba lagi.” Anak perempuan
mungil itu menggelendot manja di tangan Pak Pontiman.
Malam itu beberapa orang yang tinggal di rumah Pak
Pontiman tidak segera tidur. Sepasang suami istri muda yang
tampaknya masih kemenakan tuan rumah dan membantu
bantu di sana. Ketika aku pamit ke kamar, kulihat mereka
masih dudukduduk bersama dua anak gadis Pontiman.
“Leklekan, Den Yuda,” kata si suami. Bermelek-melek.
Aku tak tahan berlamalama ngobrol dengan orang desa.
Sedangkan dengan Pak Pontiman yang cukup terpelajar saja
aku menyimpan terlampau banyak protes—yang pada gilir
annya akan menjelma lelucon dalam hati. Aku tak ingin meli
batkan diri dalam percakapan yang kutahu akan membuat aku
berdebat dengan lawan yang tak seimbang.
“Sudah capek, Mas. Mau tidur saja,” sahutku. “Pamit
duluan, ya.”
Kudengar mereka menggumamkan sesuatu dalam bahasa
Jawa yang tak kumengerti. Tapi apa peduliku. Aku memang
1