Page 181 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 181

daerah sangat mudah menawarkan tumpangan. Kawanku bah­
                 kan  tak  menunjukkan  gelagat  untuk  memperkenalkan  aku
                 dengan  keluarganya.  Sejak  awal  pertemuan  kami,  sejak  per­
                 cakapan  dalam  Landrover  tuaku  menuju  Watugunung,  aku
                 menangkap keengganannya bercerita tentang pamannya.
                     Telah  tiga  malam  aku  menginap  di  kantor  polisi.  Aku
                 mulai rikuh untuk menambah malam di sana, meskipun me­
                 reka  kelihatan  senang  mendapat  tenaga  jaga  tambahan.  Aku
                 menerima tawaran Pak Kepala Desa untuk menginap di tem­
                 patnya. Dia adalah lelaki yang mengingatkan aku pada Bilung,
                 si punakawan berwajah pragmatis­oportunis.
                     Pontiman  Sutalip  nama  kepala  desa  itu.  Kaisar  Yulius
                 kecil. Ia seorang prajurit angkatan darat yang nyaris seumur
                 hidupnya menjadi kepala desa di Sewugunung. Itu sesungguh­
                 nya sebuah data yang sejak awal pantas dicurigai. Abdi negara
                 biasanya  dipindahtugaskan  dari  tempat  ke  tempat  lain  di
                 Nusantara.  Belakangan  aku  mendengar  bahwa  ia  mungkin
                 sekali berada di belakang penebangan jati yang legal maupun
                 ilegal di Sewugunung. Posisinya adalah untuk mengamankan
                 jalur bisnis dan distribusi laba ke “tangan­tangan yang benar”.
                     Istananya  yang  terletak  di  tempat  tinggi  memiliki  pilar­
                 pilar Romawi, hanya saja dalam ukuran kurus kecil. Di halam­
                 annya  terdapat  sebuah  patung  Kupido  mungil  yang  meman­
                 curkan kencing air ke kolam. Serta patung Arjuna dan Srikandi
                 membawa panah, yang juga dibuat dari gips bercat putih. Di
                 pojok lain ada patung kurcaci yang biasa menemani Putri Salju
                 dengan  sebuah  jamur  yang  berwarna­warni  cerah.  Bagian
                 muka  rumah  ini  tentulah  dibangun  pada  tahun  80­an.  Pada
                 dasawarsa itu para arsitek gila memperkenalkan gaya spanyol
                 dan romawi ke Nusantara.
                       Bapak  Pontiman  Sutalip  senang  duduk­duduk  di  teras
                 rumahnya  yang  berhiaskan  pilar­pilar  putih  kurus  berukir­
                 ukir. Beliau tampaknya juga sangat mengagumi ubin keramik,


                                                                        1 1
   176   177   178   179   180   181   182   183   184   185   186