Page 177 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 177

Menjulang. Hitam. Diam. Sosok purba yang menyimpan seja­
                 rah. Dari sana aku mendengar suara berhembus. Suara yang
                 seolah  datang  dari  jauh  tapi  begitu  dekat.  Keindahan  itu
                 membuat aku lupa pada hal­hal yang menakutkan.
                     Dan aku merindukan mimpi­mimpi Sebul.
                     “Habis  kejadian  itu,  tempat  ini  jadi  cepat  sekali  sepi,
                 Mas,” kata kawan polisiku. “Biasanya di pojok sana suka ada
                 cokek’an.”
                     Sejak peristiwa “kejadian”, desa menutup pintu dan jen­
                 delanya lebih awal. Begitu gelap menangkupkan sayapnya ke
                 pucuk­pucuk  bukit,  tak  ada  lagi  pemuda  dan  pemudi  yang
                 bertahan  di  jalan­jalan  untuk  acara  saling  melirik  setelah
                 mandi­berdandan  sore.  Yang  memiliki  sepeda  motor  pun
                 mengelap kembali kendaraannya di rumah. Yang tidak memi­
                 liki kendaraan berjalan semakin tergesa semakin menipis sisa
                 cahaya. Gadis­gadis kembali ke rumah sebelum pupur mereka
                 luntur dari pipi.
                     Kedua polisi induk semangku menutup jendela dan pintu
                 lebih segera daripada kemarin. Aku menatap penanggalan di
                 dinding dan kutemukan bahwa malam telah beralih Jumat Kli­
                 won. Bagi orang Jawa, hari bersalin di tempat gelap. Seperti
                 ular yang memperbarui diri di tempat tersembunyi. Orang Jawa
                 menghayati dua siklus pekan sekaligus: yang terdiri dari tujuh
                 hari seperti dalam kalender modern, serta yang terdiri dari lima
                 hari. Jumat adalah satu dalam pekan tujuh hari. Kliwon berada
                 dalam  pekan  lima  hari.  Jika  keduanya  bertemu,  orang  Jawa
                 percaya bahwa “ini adalah wayahnya sesuatu bisa terjadi”.
                     Sesuatu bisa menampakkan diri.
                     Kami  pergi  tidur  setelah  letih  bermain  gaple.  Manakala
                 segala  telah  senyap,  sayup­sayup  kudengar  lolongan  di  ke­
                 jauhan.  Jantungku  berdetak  lebih  cepat.  Kukira,  tak  semua
                 orang  bisa  mendengar  itu.  Tidak,  aku  bukan  sedang  bicara
                 mengenai roh atau hantu. Aku tidak peduli dengan dunia halus.


                                                                        1
   172   173   174   175   176   177   178   179   180   181   182