Page 184 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 184
beasiswa bagi putraputra daerah yang cerdas berbakat untuk
belajar ilmu teknologi di luar negeri. “Maklumlah, ketika itu
pemerintah sedang gencargencarnya mau mencetak insinyur
insinyur dari putra bangsa. Waktu itu Pak BJ Habibie masih
Menristek dan beliau sangat dekat dengan Pak Harto,” kata Pak
Pontiman dengan wajah sungguhsungguh.
Parang Jati persis baru lulus SMA. Sedangkan Kupukupu
lulus SMP. Ayah Parang Jati menolak tawaran beasiswa itu,
entah karena alasan apa. Tapi, anak itu juga sudah diterima
di Institut Teknologi Bandung. Ia mengambil jurusan geologi.
Sejak kecil ia memang sudah sangat tertarik pada batubatu
di perbukitan kapur ini. Ia suka mengumpulkan pelbagai
batu. Bahkan ia sampai bersepeda ke daerah Karangsambung
di Kebumen, tempat mahasiswa geologi melakukan studi la
pangan.
Jadilah, tawaran beasiswa itu pun jatuh pada Kupukupu.
Barangkali memang lebih pantas ia menerimanya, mengingat
ia anak orang miskin. Ia pun dipersiapkan matimatian. Sejak
SMA kami mengusahakan pendidikan tambahan baginya. Ba
hasa Inggris, matematika, pendidikan moral dan agama. Sesu
dah ia tamat SMA, desa membuat selamatan besarbesaran
untuk melepas dia ke Jepang dan Jerman. Kami dengar ia akan
belajar teknologi nuklir.
Tak sampai dua tahun kemudian ia pulang. Namanya
bukan lagi Kupukupu, melainkan Farisi. Dan ia berpakaian
seperti sekarang ini.
Aku menganggukangguk.
Pak Pontiman memandangi aku. “Pakaian apa sesung
guhnya itu ya, Dik?”
Aku menggelenggelengkan kepala.
Seperti baju dua pahlawan dioplos jadi satu, Diponegoro
dicampur dengan Samurai X, sahutku dalam hati. Barangkali
unsur Samurai X itu dia peroleh ketika ke Jepang, lanjutku
1