Page 485 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 485
bagaimana ia harus memulai berkenalan dengannya, maka selama
beberapa hari ia hanya mengamatinya dari kegelapan, sebelum pulang
karena lelah. Baru pada hari ketujuh ia memberanikan diri menerobos
pagar hidup di pojok halaman, memetik bunga mawar yang tumbuh di
sana, dan menghampiri Si Cantik, dan memberikan bunga mawarnya.
”Untukmu,” ia berkata, ”Si Cantik.”
Setelah itu semuanya berjalan dengan baik, hingga mereka akhirnya
bersetubuh. Bersetubuh. Bersetubuh. Dan terus bersetubuh. Apa beda-
nya sekarang, semuanya terasa sama. Bersetubuh dengan Rengganis Si
Cantik maupun Si Cantik yang buruk rupa tak jauh berbeda. Semuanya
sama, semuanya membuat ia punya kemaluan muntah-muntah. Ia terus
menyetubuhi perempuan itu. ”Me ngen tot nya,” ia menjelaskan. Dan ke-
mudian ia tahu bahwa gadis itu bun ting, tapi ia tak peduli, ”dan terus
mengentotnya.”
Hingga suatu ketika Si Cantik bertanya, ”kenapa kau menginginkan
aku?”
Ia menjawab, tanpa tahu apakah ia jujur atau tidak, ”Sebab aku
men cintaimu.”
”Mencintai seorang perempuan buruk rupa?”
”Ya.”
”Kenapa?”
Sebab ”kenapa” selalu sulit untuk dijawab, maka ia tak menjawab. Ia
hanya bisa menjawab ”bagaimana” dan itu mudah. Untuk menunjuk kan
cintanya, maka ia terus mencumbunya, tak peduli betapa buruk rupa
dirinya, betapa menjijikkan, betapa menakutkan. Semuanya terasa
baik-baik saja, dan ia memperoleh kebahagiaan yang nyaris tak pernah
di per olehnya selama masa hidupnya. Si Cantik selalu terus mengejarnya,
setiap kali mereka bertemu dan bercinta, dengan pertanyaan, ”Kenapa?”
Krisan tetap membungkam, bahkan meskipun ia tahu jawabannya, ia
tak mau menjawab. Tapi di malam sebelum ia terbunuh, ia akhirnya
men jawab.
Pengakuan keempat: ”Sebab cantik itu luka.”
Sebab cantik itu luka.
478
Cantik.indd 478 1/19/12 2:33 PM