Page 51 - Hujan bulan Juni Pilihan sajak by Sapardi Djoko Damono
P. 51

KEPOMPONG ITU


               kepompong yang tergantung di daun jambu itu mendengar kutukmu yang kacau terhadap hawa
               lembab ketika kau menutup jendela waktu hari hujan


               kepompong itu juga mendengar rohmu yang bermimpi dan meninggalkan tubuhmu: melepaskan diri
               lewat celah pintu, melayang di udara dingin sambil bernyanyi dengan suara bening dan bermuatan
               bau bunga

               dan kepompong itu hanya bisa menggerak‐gerakkan tubuhnya ke kanan‐kiri, belum saatnya ia
               menjelma kupu‐kupu; dan, kau tahu , ia tak berhak bermimpi




               KETIKA MENUNGGU BIS KOTA, MALAM‐MALAM

               "Hus, itu bukan anjing; itu capung!" katanya.  Tapi capung tak pernah terbang malam,
               bukan?  Capung tak suka ke tempat sampah
               ‐‐ biasanya ia hinggap di ujung daun rumput waktu pagi hari,
               dan kalau ada gadis kecil akan menangkapnya ia pun terbang ke balik pagar  sambil mendengarkan
               suara "aahh!" Tubuhnya mungil, bukan?
               Sedangkan yang kulihat tadi jelas anjing kampung yang ekornya buntung, menjilatjilat tempat
               sampah yang di seberang halte  itu, mengelilinginya,
               lalu kencing di sudutnya.
               Hanya saja, aku memang tak melihat ke mana gaibnya.
               "Itu capung!" katanya.  Sayang sekali bahwa kau merasa tak melihat apa pun di seberang sana tadi.




               KISAH


               Kau pergi, sehabis menutup pintu pagar sambil sekilas menoleh namamu sendiri yang tercetak di
               plat alumunium itu.  Hari itu musim hujan yang panjang dan sejak itu mereka tak pernah melihatmu
               lagi.
               Sehabis penghujan reda, plat nama itu ditumbuhi lumut sehingga tak bisa terbaca lagi.
               Hari ini seorang yang mirip denganmu nampak berhenti di depan pintu pagar rumahmu, seperti
               mencari sesuatu. la bersihkan lumut dari plat itu, Ialu dibacanya namamu nyaring‐nyaring.
               Kemudian ia berkisah padaku tentang pengembaraanmu
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56