Page 24 - Analisis dan Evaluasi Undang-Undang ITE
P. 24
Hakim MK menemukan sejumlah Undang-Undang yang telah memberikan
kewenangan dan mengatur tentang penyadapan, namun pengaturan tersebut
masih belum memberikan tata cara yang lebih jelas mengenai penyadapan.
Misalnya tentang prosedur pemberian izin, batas kewenangan penyadapan, dan
yang berhak untuk melakukan penyadapan. Hal ini masih belum diatur secara jelas
dalam beberapa Undang- Undang.
Keberlakuan penyadapan sebagai salah satu kewenangan penyelidikan
dan penyidikan telah membantu banyak proses hukum yang memudahkan para
aparat penegak hukum untuk mengungkap tindak pidana. Namun demikian,
kewenangan aparat penegak hukum tersebut tetap harus dibatasi juga agar
penyalahgunaan kewenangan tidak terjadi.
Bahwa meskipun para Pemohon menyatakan penyimpangan penyadapan
terkadang tidak pernah terjadi, namun untuk memastikan keterbukaan dan
legalitas dari penyadapan itu sendiri, Mahkamah berpendapat bahwa tata cara
penyadapan tetap harus diatur Undang-Undang. Hal ini dikarenakan hingga kini
pengaturan mengenani penyadapan masih sangat tergantung pada kebijakan
masing-masing instansi. Namun demikian, kewenangan aparat penegak hukum
tersebut tetap harus dibatasi juga agar penyalahgunaan kewenangan tidak
terjadi.
Bahwa meskipun para Pemohon menyatakan penyimpangan penyadapan
terkadang tidak pernah terjadi, namun untuk memastikan keterbukaan dan
legalitas dari penyadapan itu sendiri, Mahkamah berpendapat bahwa tata cara
penyadapan tetap harus diatur Undang-Undang. Hal ini dikarenakan hingga kini
pengaturan mengenani penyadapan masih sangat tergantung pada kebijakan
masing-masing instansi;
Mahkamah sependapat dengan keterangan ad informandum Ifdhal Kasim
dan Mohammad Fajrul Falaakh. Adapun pokok- pokok keterangan Ifdhal Kasim
menyatakan mekanisme penyadapan di berbagai negara di dunia dilakukan
dengan syarat:
(i) adanya otoritas resmi yang ditunjuk dalam Undang-Undang untuk memberikan
izin penyadapan, (ii) adanya jaminan jangka waktu yang pasti dalam melakukan
penyadapan, (iii) pembatasan penanganan materi hasil penyadapan, (iv)
24