Page 167 - BUMI TERE LIYE
P. 167
TereLiye “Bumi” 164
”Kamu temani si kecil tidur, Ma. Aku akan membantu tiga anak
malang ini. Tidur bareng Mama, ya? Papa akan menemani tiga kakak- kakak
itu.” Lelaki itu bicara pada istri dan anaknya.
Ibu si kecil menuntun anaknya ke tempat tidur yang meng-gantung di
dinding. Bentuknya sama seperti ranjang umumnya, tetapi berada dua meter
di dinding. Saat si kecil mendekat, tempat tidur itu turun perlahan. Ibu dan
si kecil naik ke atasnya. Ranjang itu kembali naik.
”Ayo, lambaikan tangan ke kakakkakak. Selamat malam.” Ayah si
kecil tersenyum.
Si kecil beranjak ke pinggir ranjang, melambaikan tangan ke-pada
kami. ”Selamat malam.”
Aku mengangkat tangan, balas melambai. Seli dan Ali, meski bingung,
meniruku segera, ikut melambaikan tangan.
”Ayo, kalian ikuti aku.” Ayah si kecil sudah menepuk pundak-ku,
berkata ramah.
Aku masih bingung dengan ini semua. Susul-menyusul sejak kejadian
meledaknya gardu listrik tadi siang. Sekarang, bahkan kami berada di mana
aku tidak tahu.
”Semua orang sudah membicarakan kekacauan sistem transport asi
ini. Tapi tidak ada tanggapan serius dari Komite Kota. Mereka selalu bilang
itu hanya masalah teknis kecil.” Ayah si kecil membuka pintu bulat,
menyilakan kami keluar kamar.
”Kamu mau mendengar dongeng?” Di belakang kami, ibu si kecil
berkata pelan.
”Aku ingin mendengar dongeng tentang Si Burung Siang Merindukan
Matahari, Ma,” si kecil menjawab riang.
”Aduh, dongeng itu lagi, Nak? Sudah seminggu terakhir kamu
mendengarnya, bukan? Tidak bosan?” ibunya bertanya lembut, tertawa.
Aku melangkah menuju pintu bulat.
http://cariinformasi.com