Page 172 - BUMI TERE LIYE
P. 172
TereLiye “Bumi” 169
kabar baiknya, lorong berpindah sialan itu membawa kalian kemari.
Kalian pernah ke Kota Tishri?”
Aku menggeleng. Seli dan Ali tetap termangu, tidak mengert i
percakapan.
”Fantastis.” Ilo mengepalkan tangan, berseru riang. ”Ayo, kalian ikuti
aku. Akan kutunjukkan pemandangan menakjubkan kota ini. Kalian pasti
sudah lama bercita-cita ingin melihatnya lang-sung. Selama ini kalian
hanya bisa menyaksikannya di buku, bukan? Astaga, kebetulan sekali, ini
persis bulan purnama, kota ini terlihat berkali-kali lebih indah.”
Lelaki itu sudah berdiri.
Malam bulan purnama? Bukankah tadi baru saja siang?
”Apa yang dia bilang, Ra?” Seli berbisik.
”Dia ingin menunjukkan kota ini kepada kita.”
”Buat apa? Bukankah kita setiap hari melihat kota kita?”
Aku menggeleng. Entahlah. Aku juga tidak paham.
”Apa serunya melihat kota di siang hari?” Seli masih berbisik.
Aku menghela napas perlahan. Sejak tadi aku punya firasat kami sama
sekali tidak sedang berada di kota kami. Bahkan boleh jadi kami berada di
tempat yang amat berbeda.
”Ini pasti seru.” Ada yang tidak keberatan. Ali meloncat turun dari sofa
bulat.
Ilo memimpin di depan, melewati pintu bulat, kembali ke lorong
remang, dan tiba di depan anak tangga. Ilo rileks me-langkah menaikiny a.
Anak tangga itu berpilin naik sendiri saat kaki kami menyentuhny a.
Mungkin seperti eskalator pada umum-nya, tapi anak tangga yang kupijak
terbuat dari kayu berukir.
Tiba di ujung anak tangga, ruangan atas tampak gelap. Sambil
ber-senandung, Ilo membuka pintu di langit-langit ruangan. Pintu itu
http://cariinformasi.com