Page 173 - BUMI TERE LIYE
P. 173

TereLiye “Bumi” 170



                  terbuka.  Cahaya  lembut  masuk  ke dalam.  Aku men-dongak  melihat   ke  atas.
                  Bintang  gemintang  terlihat  terang.  Ini  malam    hari?    Bukankah...?    Aku
                  mengusap  wajah,  bi-ngung.

                         Sekarang  pertanyaannya  bertambah,  bagaimana   kami   bisa   keluar  ke
                  atas  sana?  Bukankah  pintu  di   langit-langit   ruangan   se-tinggi   jangkauan
                  tangan  Ilo?  Tidak  ada  tangga  lagi.  Kami  ber-tiga  saling  lirik,  tidak  mengert i.
                  Ilo  berdiri  persis  di bawah  bingkai  pintu.


                         ”Ayo,  kalian  mendekat  padaku.”  Dia  menoleh  pada  kami.

                         Aku menelan  ludah.  Sudah  kadung  sejauh  ini,  tanpa  banyak  tanya  aku

                  ikut  mendekat.

                         ”Ayo,  jangan  ragu­ragu.  Lebih  rapat.”

                         Aku merapat  di sebelahnya,  juga  Seli  dan  Ali  setelah   kuberi-tahu  agar
                  lebih  rapat.


                         Apakah  kami  akan  melompat  ke atas?  Terbang?

                         Ilo  justru  meraih  daun  pintu  di  atas,  menariknya  ke  bawah.  Daun
                  pintu  itu  turun,  pindah  setinggi  mata  kaki  kami.  Kami  se-ketika  berada  di
                  atap  bangunan.  Ali,  si genius  di sebelahku,  bahkan   tidak   mampu   menahan
                  diri  untuk  tidak  berseru.  Ilo  tertawa.  Dia    melangkah    ke    samping,
                  meninggalkan  daun  pintu  yang  terbuka,  berdiri  di  atap.  Aku  bergegas  ikut
                  melangkah,  juga  Seli,  khawatir  pintu  itu  tiba-tiba  kembali     ke posisi  di  atas.

                         ”Kamu  tidak  mau  tertinggal  di bawah  sendirian,  bukan?”  Ilo  menoleh
                  ke Ali  yang  masih  sibuk  memeriksa.  Wajah  Ali  ber-binar-binar.  Bagaim ana
                  caranya  daun  pintu  ini  bisa  turun?  Apa-kah  seluruh  atap  bergerak  ikut
                  turun?  Atau  daun  pintunya  saja?


                         Aku  bergegas  menarik  lengan  si  genius  itu  agar  melangkah  ke  atap
                  bangunan.

                         Setelah  semua  berdiri  di atap, aku melongok  ke bawah.  Lantai  ruangan
                  kembali  terlihat  jauh.  Entah  bagaimana  caranya,  daun  pintu   sudah  kembali
                  ke posisi  semula.









                                                                            http://cariinformasi.com
   168   169   170   171   172   173   174   175   176   177   178