Page 178 - BUMI TERE LIYE
P. 178

TereLiye “Bumi” 175



                  kita  pasti  cemas,  dan  mulai  panik  mencari  ke mana­mana,”  Seli  berkata
                  pelan,  meluruskan  kaki.

                         Aku  menoleh.  Seli  benar.  Apalagi  dengan  kejadian  meledak  dan
                  terbakarnya  gardu  listrik,  ditambah  lagi  bangunan  kelas  dua  belas  yang
                  ambruk.  Pertemuan  Klub  Menulis  pasti  dibatalkan.  Orang-tua  murid   segera
                  mencari  tahu  kabar  anak-anak  yang  be-lum  pulang.  Saat  Mama  tidak
                  menemukanku  di  sekolah,  Mama  akan    panik,    seluruh    keluarga    akan
                  ditelepon,  siaga  satu—bahkan  jangan-jangan  Mama  akan  memaksa  Tante
                  Anita  memasang  iklan  kehilangan  di  televisi.  Aku  mengeluh,  menggelen g
                  mem-bayang-kan  hal menggelikan  itu.  Kasihan  Mama,  belum  lagi  ma-sa-lah
                  Papa  di  kantor.  Kenapa  semuanya  jadi  kusut  begini?


                         ”Masalahnya,  kalaupun  mereka  mencari  kita,  mereka  akan  men­car i
                  ke  mana?”  Ali  mendekat—tepatnya  sofa  yang  dinaiki  Ali  yang  mendek at ,
                  melayang  di depan  kami.  ”Mereka  akan  me-minta  bantuan  polisi?   Detektif?
                  Aku  berani  bertaruh,  bahkan  agen  rahasia  macam  FBI  pun  tidak  tahu  di
                  mana  kota  ini  ber­ada.”


                         Kami  menatap  si genius  itu,  tidak  mengerti.

                         ”Saat  di atap  bangunan  balon  tadi,  aku memperhatikan  sekitar   secara
                  saksama.  Kalian  tahu,  aku  hafal  posisi  kota  kita,  hafal  letak  bulan,  bintang.”
                  Ali  menunjuk  kepalanya—maksudnya  apa  lagi  kalau  bukan  dia  punya  otak
                  brilian.  ”Aku  tahu  letak  gunung,  pantai,  sungai,  semua  kontur  kota  kita.
                  Kalian  tahu,  ada  sesuatu  yang  menarik  sekali.”


                         Kami  menatap  Ali  tanpa  berkedip.

                         ”Mereka  akan  mencari  kita  di  kota  mana,  kalau  ternyata  kita  persis
                  berada  di kota  kita  sendiri?”  Ali  mengangkat  bahu.


                         ”Aku  tidak  mengerti,  Ali,”  Seli  memastikan.

                         ”Kita  tidak  ke mana­mana,  Seli.  Aku  yakin  sekali.  Ini   tetap   kota   kita,
                  hanya  entah  kenapa  seluruh  rumah,  bangunan,   gedung   tinggi   di   kota  kita
                  berganti  dengan  hutan  dan  balon-balon  beton  raksasa.  Bahkan  saat  ini,
                  kemungkinan  kita  sedang  berada  di  salah  satu  ruangan  rumah     Ra.  Entah
                  di  ruang  tengah  atau  ruang  tamu.”








                                                                            http://cariinformasi.com
   173   174   175   176   177   178   179   180   181   182   183