Page 31 - PDF Compressor
P. 31
laki-laki yang seperti elo bilang ’nggak gue banget’ ini. Laki-laki
yang for once, nggak segaul Raul—God, that rhymes ya, nggak
sejago Enzo rayuannya, nggak seperti semua yang pernah gue
coba sebelumnya. He doesn’t even drink or like clubbing, for the
love of God...”
”Heh? Dia nggak minum?” Dinda hampir keselek wine-
nya.
Aku menggeleng.
”Crap. You’re in trouble, babe.”
Aku tertawa, ”Yeah, I know. So you see, gue memang nggak
bisa menjelaskan kenapa, Din. Gue cuma yakin bahwa gue—
sekuat-kuatnya gue berusaha mengingkari ini—mencintai dia.
Denial is not just a river in Egypt.”
Dinda menatapku bengong sesaat, sampai akhirnya ia meng-
angkat bahu dan mencibir, ”Gue sih masih yakin elo disan- 29
tet.”
”Hahaha, sialan... eh bentar,” aku mendapati nama Ruly
berkedip-kedip di layar BlackBerry-ku yang bergetar di atas
meja. ”Ya, Rul? Gue masih di Canteen. Iya sama temen gue,
udah mau kelar kok. Iya, elo ke sini aja dulu, gue jadi nebeng
pulang boleh, ya? Nggak bawa mobil nih. Iya, Canteen-nya
yang di dalam ya, Rul. Oke, bye.”
”Si Ruly? Mau ke sini dia?”
Aku mengangguk sambil memanggil waitress. ”Eh, Mbak,
ini bawain gelas wine saya, ya. Saya mau pesan Equil aja,
sparkling.”
Dinda langsung tertawa terbahak-bahak saat sadar apa
yang sedang kulakukan. ”Key, don’t tell me he doesn’t know that
you drink!”
”Dia tahu kok, dulu, dia tahunya sekarang gue udah nggak
lagi,” aku tersenyum nakal. ”You be nice, and shut up.”
Isi-antologi.indd 29 7/29/2011 2:15:14 PM