Page 5 - Sinar Tani Edisi 4082
P. 5
5
Edisi 16 - 22 April 2025 | No. 4082 Tahun LV
Industri Sawit Meradang,
tapi Ada Peluang
Tarif impor 32% yang Presiden Trump terapkan kepada Indonesia membuat
industri sawit Indonesia meradang. Dampaknya langsung menghantam ekspor
produk minyak sawit Indonesia yang berimbas pada biaya produksi. Di tengah
kekhawatiran berkurangnya pasar, ada peluang yang bisa dimanfaatkan.
eputusan Presiden harus ditanggung industri sawit biaya produksi minyak sawit hingga mengurangi jumlah pupuk dan obat.
Amerika Serikat, Indonesia dibandingkan dengan 20%. Peningkatan biaya produksi Jika hal ini terus berlanjut,
Donald Trump, untuk Malaysia. Di Indonesia, pengusaha ini, dapat menurunkan margin produktivitas kebun sawit rakyat
menetapkan tarif impor sawit yang berorientasi ekspor harus keuntungan petani sawit yang diperkirakan bisa berkurang hingga
32% mulai memberikan menghadapi tiga beban utama sudah cukup terbebani dengan 7%. Berkurangnya produktivitas
Kdampak yang cukup yakni, Domestic Market Obligation harga pupuk dan obat-obatan yang tentu akan berdampak langsung
signifikan bagi industri kelapa (DMO), Pungutan Ekspor (PE), dan sebagian besar diimpor. pada pendapatan petani, yang
sawit nasional. Di satu sisi memang Bea Keluar (BK). Ketiga beban ini Dengan meningkatnya biaya berujung pada menurunnya
keputusan ini mempengaruhi totalnya bisa mencapai sekitar 221 produksi, Gulat memperkirakan kesejahteraan mereka.
potensi ekspor produk sawit dollar AS/ton. pendapatan petani bisa berkurang,
Indonesia ke AS, bahkan membuka Sementara itu, di Malaysia, yang pada gilirannya akan Ada Peluang
peluang negara lain, khususnya meskipun kebijakan yang berlaku berdampak pada kesejahteraan Direktur Eksekutif Palm Oil
Malaysia merebut pasar yang serupa, total beban yang harus mereka. Seperti diketahui, sekitar Agribusiness Strategic Policy
sebelumnya dikuasai Indonesia. ditanggung pengusaha sawit di 42% atau 6,8 juta ha dari total luas Institute (PASPI), Tungkot Sipayung,
Dalam industri kelapa sawit sana lebih ringan, hanya sekitar perkebunan sawit Indonesia adalah menilai, meskipun volume ekspor
global, Indonesia memang dikenal 140 dollar AS/ton. Beban yang lebih milik petani sawit rakyat. Kebun sawit Indonesia ke AS relatif kecil,
sebagai salah satu produsen terbesar tinggi ini menyebabkan harga jual sawit rakyat ini memiliki kontribusi kebijakan tarif resiprokal ini bisa
CPO (Crude Palm Oil) dunia, namun produk sawit Indonesia menjadi yang sangat besar terhadap total menciptakan risiko baru yang cukup
dengan kebijakan tarif impor lebih mahal, sehingga daya saingnya produksi CPO Indonesia. kompleks dalam perdagangan
yang diberlakukan oleh AS, ada di pasar global, terutama di pasar AS, Dalam situasi ini, petani yang internasional.
risiko Indonesia akan kehilangan tergerus. lebih bergantung pada hasil kebun “Jika kebijakan tarif ini berdampak
sebagian pasar sawitnya. Meski AS Ketua GAPKI, Eddy Martono untuk memenuhi kebutuhan hidup pada berkurangnya volume ekspor
hanya menyumbang kurang dari mengungkapkan, pihaknya telah sehari-hari akan merasakan dampak sawit Indonesia ke AS, maka negara-
5% dari total ekspor sawit Indonesia, mengusulkan kepada Menteri yang lebih besar dari kebijakan tarif negara lain yang sebelumnya
dampak tarif 32% bisa cukup besar Koordinator Bidang Perekonomian impor tersebut. “Biaya produksi yang menjadi konsumen minyak sawit
bagi industri sawit Indonesia secara Republik Indonesia, Airlangga naik akan menyebabkan pendapatan Indonesia bisa menjadi alternatif
keseluruhan. Hartarto, untuk memberikan petani yang sebelumnya memiliki tujuan ekspor yang lebih potensial,”
Gabungan Pengusaha keringanan beban bagi eksportir margin sekitar Rp 800 per kilogram tuturnya.
Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) sawit yang mengarah ke pasar AS. bisa berkurang menjadi hanya Rp Namun, di sisi lain, kondisi ini bisa
menyebutkan Malaysia sebagai Kebijakan semacam ini diperlukan 600 per kilogram,” ungkap Gulat. membuka peluang bagi industri
produsen CPO terbesar kedua setelah untuk menjaga agar Indonesia Hal ini Gulat mengkhawatirkan, sawit Indonesia untuk memperbesar
Indonesia, memiliki keuntungan tetap bisa mempertahankan pangsa memperburuk kondisi petani sawit pangsa pasar di negara-negara
lebih dalam bersaing di pasar AS. pasarnya di Amerika Serikat. yang sudah menghadapi berbagai seperti China, India, dan Eropa.
Pasalnya, tarif impor produk sawit tantangan dalam memproduksi CPO Catatannya, jika negara-negara
Negeri Jiran itu hanya sebesar 24%, Pangkas Pendapatan Petani dengan biaya yang cukup tinggi. tersebut merespons kebijakan
jauh lebih rendah dari Indonesia. Menurut Ketua Umum Asosiasi Bahkan peningkatan biaya produksi Trump dengan menaikkan tarif
Alasan utama yang membuat Petani Sawit Indonesia (APKASINDO), ini juga dapat menyebabkan petani impor kedelai dari AS.
tarif ini menjadi masalah adalah Gulat Manurung, adanya tarif baru ini terpaksa melakukan efisiensi Data GAPKI menyebutkan, nilai
adanya ketimpangan beban yang dapat berakibat pada peningkatan dalam perawatan kebun, seperti ekspor produk sawit pada tahun
2024 adalah 27,76 miliar dollar AS (Rp
440 triliun). Angkan itu lebih rendah
8,44% dari ekspor tahun 2023 sebesar
30,32 dollar AS miliar (Rp 463 triliun).
Dengan produksi, konsumsi dan
ekspor demikian, stok CPO dan PKO
diakhir tahun 2024 sebesar 2.577 ribu
ton yang lebih rendah 18,06% dari
stok akhir 2023 sebesar 3.145 ribu ton
Dalam hal ini, Indonesia bisa
mengambil kesempatan untuk
meningkatkan ekspor sawit ke
negara-negara tersebut yang
membutuhkan minyak nabati dalam
jumlah besar. Secara keseluruhan,
industri sawit Indonesia menghadapi
tantangan yang cukup berat, baik
dari faktor eksternal seperti kebijakan
tarif AS maupun faktor internal
seperti penurunan produktivitas.
Namun, dengan adanya upaya
dari GAPKI dan asosiasi terkait
untuk mencari solusi atas tarif yang
diberlakukan, serta potensi peluang
yang bisa dimanfaatkan dalam pasar
global, diharapkan industri sawit
Indonesia masih bisa bertahan dan
berkembang meski di tengah situasi
yang penuh tantangan. Gsh/Yul