Page 100 - Modul Pendidikan Guru Penggerak Bu Siti Dhomroh
P. 100
uman dan konsekuensi
Anda mungkin menyimpan pertanyaan, “jika tidak ada hukuman, maka bagaimana
menghadapi murid yang melakukan pelanggaran atau kesalahan?” Mari kita menyamakan
persepsi bahwa pelanggaran atau kesalahan adalah kesempatan anak untuk belajar. Jika
ditangani dengan tepat, kesalahan dapat menjadi momen yang baik agar anak mengetahui hal
tersebut sebaiknya tidak dilakukan lagi di masa mendatang. Anak juga akan lebih bertanggung
jawab serta mengetahui bagaimana memperbaiki situasi yang dihadapinya. Menurut Nelsen
(2021), berikut adalah cara kita merespon kesalahan agar menjadi pembelajaran yang baik bagi
anak.
1. Merespon kesalahan dengan kasih sayang dan kebaikan dibanding menyalahkan,
menuduh dan menceramahi.
2. Berikan pertanyaan yang bisa menimbulkan diskusi tentang konsekuensi yang mungkin
terjadi dari tindakannya.
3. Melihat kesempatan terjadinya kesalahan untuk didiskusikan bersama anak atau dengan
teman-teman lain.
Jika diperhatikan dengan seksama, ketiga cara diatas lebih mengedepankan konsekuensi
daripada hukuman. Mengapa konsekuensi lebih dipilih untuk mewujudkan budaya positif
dibanding hukuman? Hukuman bersifat satu arah dari guru ke murid dan seringkali tidak
berhubungan dengan kesalahan murid. Sedangkan menurut Nelsen (2021), prinsip konsekuensi
fokus pada masalah dan solusi sehingga konsekuensi berhubungan dengan perilaku, penuh
hormat kepada murid, bersifat masuk akal dan bertujuan untuk membantu murid belajar.
Disiplin Positif
Disiplin positif adalah sebuah model disiplin yang difokuskan pada perilaku positif murid agar
menjadi pribadi yang penuh hormat dan bertanggung (Nelsen, Lott & Glenn, 2000). Disiplin
positif mengajarkan keterampilan sosial dan emosional dan keterampilan kehidupan yang
penting dengan cara penuh hormat dan membesarkan hati tidak hanya bagi murid tetapi juga
bagi orang dewasa (termasuk orangtua, guru, staf administrasi dan lainnya). Kebalikan dari
disiplin positif adalah disiplin negatif yang berfokus pada hukuman. Disiplin negatif cenderung
menghambat perkembangan sosial, emosional dan keterampilan hidup murid. Dengan disiplin
positif, guru diharapkan dapat mewujudkan budaya positif baik di kelas maupun sekolah.
A. Kriteria Utama Disiplin Positif
Untuk melakukan pendekatan disiplin positif, Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak perlu
menjadikan kriteria disiplin positif yang dikembangkan oleh Nelsen (2021) ini sebagai
panduan dalam membangun hubungan dengan murid.
1. Bersikap baik dan tegas di saat yang bersamaan (menunjukkan sikap hormat dan
memberi semangat).
2. Membantu murid merasa dihargai dan memiliki keterikatan antara dirinya dengan guru
dan teman di kelasnya, sehingga ia merasa menjadi bagian dari kelas.
3. Memiliki komitmen untuk mempertimbangkan efektivitas dan dampak jangka panjang
bagi proses belajar murid dari tindakan yang diambil (misalnya; pemberian hukuman
bersifat dapat menyelesaikan masalah dalam jangka pendek, tetapi berpotensi
memberikan dampak negatif dalam proses belajar pada anak yang bersifat jangka
Anda mungkin menyimpan pertanyaan, “jika tidak ada hukuman, maka bagaimana
menghadapi murid yang melakukan pelanggaran atau kesalahan?” Mari kita menyamakan
persepsi bahwa pelanggaran atau kesalahan adalah kesempatan anak untuk belajar. Jika
ditangani dengan tepat, kesalahan dapat menjadi momen yang baik agar anak mengetahui hal
tersebut sebaiknya tidak dilakukan lagi di masa mendatang. Anak juga akan lebih bertanggung
jawab serta mengetahui bagaimana memperbaiki situasi yang dihadapinya. Menurut Nelsen
(2021), berikut adalah cara kita merespon kesalahan agar menjadi pembelajaran yang baik bagi
anak.
1. Merespon kesalahan dengan kasih sayang dan kebaikan dibanding menyalahkan,
menuduh dan menceramahi.
2. Berikan pertanyaan yang bisa menimbulkan diskusi tentang konsekuensi yang mungkin
terjadi dari tindakannya.
3. Melihat kesempatan terjadinya kesalahan untuk didiskusikan bersama anak atau dengan
teman-teman lain.
Jika diperhatikan dengan seksama, ketiga cara diatas lebih mengedepankan konsekuensi
daripada hukuman. Mengapa konsekuensi lebih dipilih untuk mewujudkan budaya positif
dibanding hukuman? Hukuman bersifat satu arah dari guru ke murid dan seringkali tidak
berhubungan dengan kesalahan murid. Sedangkan menurut Nelsen (2021), prinsip konsekuensi
fokus pada masalah dan solusi sehingga konsekuensi berhubungan dengan perilaku, penuh
hormat kepada murid, bersifat masuk akal dan bertujuan untuk membantu murid belajar.
Disiplin Positif
Disiplin positif adalah sebuah model disiplin yang difokuskan pada perilaku positif murid agar
menjadi pribadi yang penuh hormat dan bertanggung (Nelsen, Lott & Glenn, 2000). Disiplin
positif mengajarkan keterampilan sosial dan emosional dan keterampilan kehidupan yang
penting dengan cara penuh hormat dan membesarkan hati tidak hanya bagi murid tetapi juga
bagi orang dewasa (termasuk orangtua, guru, staf administrasi dan lainnya). Kebalikan dari
disiplin positif adalah disiplin negatif yang berfokus pada hukuman. Disiplin negatif cenderung
menghambat perkembangan sosial, emosional dan keterampilan hidup murid. Dengan disiplin
positif, guru diharapkan dapat mewujudkan budaya positif baik di kelas maupun sekolah.
A. Kriteria Utama Disiplin Positif
Untuk melakukan pendekatan disiplin positif, Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak perlu
menjadikan kriteria disiplin positif yang dikembangkan oleh Nelsen (2021) ini sebagai
panduan dalam membangun hubungan dengan murid.
1. Bersikap baik dan tegas di saat yang bersamaan (menunjukkan sikap hormat dan
memberi semangat).
2. Membantu murid merasa dihargai dan memiliki keterikatan antara dirinya dengan guru
dan teman di kelasnya, sehingga ia merasa menjadi bagian dari kelas.
3. Memiliki komitmen untuk mempertimbangkan efektivitas dan dampak jangka panjang
bagi proses belajar murid dari tindakan yang diambil (misalnya; pemberian hukuman
bersifat dapat menyelesaikan masalah dalam jangka pendek, tetapi berpotensi
memberikan dampak negatif dalam proses belajar pada anak yang bersifat jangka