Page 43 - MODUL 1_ 3 FIX
P. 43
1. Memungkinkan membuat keputusan yang lebih baik
2. Membantu memprioritaskan tindakan yang harus dilakukan
3. Memungkinkan untuk lebih memahami faktor internal dan eksternal apa
saja yang mempengaruhi lahan basah
4. Menciptakan proses untuk menyelesaikan konflik
5. Menyediakan kerangka kerja untuk pemantauan
6. Menciptakan proses untuk menyelesaikan konflik
B. Pengelolaan Ekosistem Lahan Gambut
Indonesia memiliki lahan gambut yang sangat luas dan merupakan lahan gambut
tropika terluas di dunia, yaitu sekitar 50% dari total lahan gambut tropika dunia. Lahan
gambut memiliki fungsi ekologis penting sebagai ekosistem penyangga kehidupan,
pengatur hidrologi, suplai air dan pengendali banjir, habitat dan sarana konservasi
keanekaragaman hayati, serta sebagai pengendali iklim global.
Pengelolaan lahan gambut telah dilakukan oleh masyarakat lokal dalam skala kecil
secara arif. Namun seiring pesatnya pertambahan jumlah penduduk yang diikuti oleh
peningkatan kebutuhan akan lahan dan sumber daya alam lainnya, pembukaan dan
pengelolaan lahan gambut dilakukan secara luas dan lebih memperhatikan nilai
ekonomi namun memarjinalkan fungsi ekologisnya. Hal ini menyebabkan kerusakan
lahan gambut yang menimbulkan berbagai dampak yang sangat mengkhawatirkan.
1. Permasalahan Ekosistem Lahan Gambut
Ekosistem rawa gambut merupakan salah satu ekosistem penting yang berperan
dalam pembangunan di sektor kehutanan. Kerusakan Ekosistem rawa gambut
yang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk pembukaan gambut,
pembangunan kanal, perubahan tutupan lahan dan kebakaran, mengancam
kelestarian hutan dan lingkungan hidup. Untuk memulihkan Ekosistem rawa
gambut yang rusak, diperlukan sistem dan teknik yang sesuai dengan
memperhatikan aspek ekologi, produksi dan sosial ekonomi. Pengendalian
kerusakan Ekosistem rawa gambut, yang meliputi pencegahan, penanggulangan
dan pemulihan kerusakan, telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No.
57 Tahun 2016. Oleh karena itu tindakan restorasi (termasuk penggenangan
kembali) dan rehabilitasi menjadi prioritas utama dalam pengelolaan lahan
gambut ke depan untuk mengembalikan kondisi biofisik guna memulihkan peran
dan fungsi Ekosistem rawa gambut.
Miettinen et al. (2016) mengatakan bahwa antara Tahun 1990 sampai Tahun 2015,
50% dari 15,7 juta hektar lahan hutan rawa gambut di Semenanjung Malaysia dan
di Pulau Kalimantan dan Sumatera dikonversi menjadi lahan yang dikelola. 22,4%
oleh petani kecil dan 27,4% oleh perkebunan industri. Pada Tahun 2015, sekitar
20% (3,2 juta hektar) lahan gambut di daerah tergolong terbuka dan pertumbuhan
sekunder sementara hanya 6% hutan tidak menunjukkan bukti pengaruh
manusia.
ESD4
MODUL III PENGELOLAAN DAN RESTORASI EKOSISTEM LAHAN BASAH 35