Page 6 - Bhakti Sejati dalam Ramayana
P. 6

dikelompokkan di dalam tujuh kandayaitu; Kiskindha kanda, Sundara kanda, Yuddha kanda dan Uttara
                        kanda. Tiap-tiap kanda itu merupakan satu kejadian yang menggambarkan ceritera yang menarik. Kitab
                        ini dikenal sebagai Adikawya sedangkan Valmiki dikenal sebagai Adikawi.
                              Banyak gubahan ditulis dalam berbagai bentuk dalam versi baru seperti Ramãyanatatwapadika
                        ditulis oleh Maheswaratirtha, Amrtakataka oleh Sri Rama, Kekawin Rāmāyana oleh Mpu Yogiswara, dan
                        sebagainya. Tentang kedudukan Itihasa di antara Weda itu disebutkan secara sepintas lalu saja di dalam
                        Weda Sruti dimana di dalam Weda Sruti kita jumpai istilah-istilah Akhyayana itu dimasukkan pula ke
                        dalam Itihasa. Itihasa berasal dari tiga kata yaitu Iti – ha – asa yang artinya “Sesungguhnya kejadian itu
                        begitulah nyatanya”. Jadi, Itihasa memuat unsur sejarah yang memuat macam-macam isi. Rāmāyana
                        adalah sebuah epos yang menceritakan riwayat perjalanan Rāmā dalam hidupnya di dunia ini. Rāmā
                        adalah  tokoh  utama  dalam  epos  Rāmāyana  yang  disebutkan  sebagai  awatara  Visnu.  Kitab  Purāna
                        menyebutkan  ada  sepuluh  awatara  Visnu,  satu  di  antaranya  adalah  Rāmā.  Menurut  kritikus  Barat,
                        Rāmāyana dibandingkan sebagai kitab Illiad karya Homer.
                              Subhramaniam, Kamala menjelaskan bahwa “Sri Rāma, figur lama pada jaman yang heroik,
                        perwujudan kebenaran, perwujudan dari moralitas, putra yang ideal, suami yang ideal, ayah yang ideal,
                        dan selain itu sebagai seorang raja yang ideal, Ràma ini telah disajikan kepada kita oleh Rsi Valmiki. Tidak
                        ada bahasa yang lebih suci, lebih murni, tidak ada yang lebih indah dan pada saat yang sama lebih
                        sederhana dari pada bahasa yang telah digunakan oleh sang penyair yang agung ini dalam menceritakan
                        kehidupan Sri Rāma”. “Lalu bagaimana dengan Śità?  Anda mungkin saja harus kehabisan segala bentuk
                        literatur di masa lalu dan saya juga menjamin Anda juga akan harus kehabisan literatur masa depan
                        sebelum Anda bisa mendapatkan figur seperti Śità. Śità adalah unik, sebuah karakter yang dilukiskan
                        sekali dan untuk selamanya. Mungkin saja akan ada beberapa orang Śri Rāma, akan tetapi tidak akan
                        ada lagi yang seperti Śità! Dia adalah tipe wanita yang sejati, karena segala karakter seorang wanita India
                        yang  sejati  muncul  dari  figur  dan  kehidupan  Śità.  Dan  disinilah  dia  berdiri  dan  mengajarkan
                        penghormatan kepada setiap orang wanita dan anak-anak sepanjang dan seluas Aryavarta (India). Dan
                        disana dia akan selalu ada, Śità yang agung, yang lebih suci dari kesucian itu sendiri, cermin dari segala
                        kesabaran dan penderitaan.” (Sanjaya, I Gede. 2004: vi). Ràmàyana telah dijuluki sebagai Adi Kavya,
                        sebagai sumber inspirasi spiritual, budaya dan seni selama bertahun-tahun belakangan ini dan ini tidak
                        hanya terjadi di India namun juga di Negara-negara Asia Tengara. Kitab Ràmàyana telah memperkaya
                        kesusastraan  negara-negara  itu  dan  juga  telah  membuat  tema-tema  berdasarkan  epos  ini  dalam
                        berbagai  seni  seperti  tarian,  drama,  musik,  lukisan  dan  pahatan.  Karakter  heroik  yang  terdapat  di
                        dalamnya  juga  telah  membantu  mengambarkan  karakter  Hindu,  dan  tiga  tokoh  kuncinya,  yaitu  Śri
                        Rāma, Śità dan Hanūmàn telah menginspirasikan jutaan orang baik dari golongan rendah ataupun tinggi
                        dalam skala sosial ekonomi, dengan kasih,  penghormatan, pengabdian yang terdalam, terhalus dan
                        tersuci.
                              Tatkālān  kadi  kālamrètyu  sakalātyanteng  galak  yar  pamuk,  yekāngsōnira  sang  raghūttama
                        tumāt  sang  laksmanāngimbangi,  lawan  sang  gunawān  wibhāsana  padāmèntang  laras  nirbhaya,
                        rangkèp ring guna agraning kekawihan agreng kawìran sire.
                              Tatkala sang Rāwāna berwujud Makhluk maut, ia mengamuk dengan galaknya. Pada waktu itu
                        sang Rāmā maju beserta Laksamana mendampinginya, disertai sang Wibisāna yang bijaksana. Mereka
                        bersama menarik busur dan sama sekali tiada gentar, karena kesempurnaan ilmu, kemampuan dan
                        keperwiraannya (Kw. Rāmāyana, III.XXIV.1).

                              Sāngsö sang tiga déwata Tripurusa pratyaksa māwak katon, Sang Hyang Tryagni murub padā
                        nira dilah tulya manah tan padém, mangkin dhìra aho ahangkréti nikā, sang krura Léngkādhipa, tar
                        kéwran lumagéng tigangwang amanah māna ng manah nimna ya.
                              Terjemahannya:
                              Tat kala beliau bertiga maju tampak sebagai Hyang Tripurusa, bagaikan Hyang Tri Agni berkobar
                        pikiran beliau yang pantang mundur merupakan nyalanya, semakin gagah perkasa dan angkuh Sang
   1   2   3   4   5   6   7   8