Page 7 - Bhakti Sejati dalam Ramayana
P. 7
Ràwana prabhu Lengka, tidak merasa gentar menghadapi ke tiganya dan membulatkan tekad dengan
perkasa melepaskan panah (Kw. Rāmāyana, XXIV.2).
Pengabdian; Pengabdian kepada sifat dan sikap kebenaran harus tetap mengandalkan sikap
kasih sayang terhadap sesama sekaligus terhadap mahkluk lainnya. Kasih sayang “ahimsa” mengandung
makna tidak menyakiti, baik melalui pikiran, perkataan, dan tindakan terhadap mahkluk manapun.
Sang Laksmana sira dibya, Sira sama suka duhka mwang Sang Rãma, adi ta sira tumūt maréng
patapan.
Terjemahannya:
Sang Laksamana beliau mulia, beliau bersama-sama dalam duka dan suka dengan Śri Rāma,
lekat hatinya selalu, maka beliau ikut pergi ke pertapaan (Kw. Rāmāyana Sargah I.59).
Selanjutnya dalam sloka kekawin Ràmàyana dijelaskan, sebagai berikut:
Nghulun ãnak Bhatãra Sri, Ndan duracãra ta nghulun, Sédhéng kwa cangkraméng swargga,
Anglangkahi mahãmuni.
Terjemahannya:
“Saya adalah putra bhatara Sri, tetapi saya pernah berbuat kesalahan, waktu saya berjalan-jalan
di sorgga, dengan tidak sengaja melangkahi seorang maharsi (Kw. Rāmāyana Sargah VI.83).
Sangké géléng niré nghulun, Manãpa dadya rãksasa, Kitãtah anta úãpãngku, Apan putrãku
dénta wén.
Terjemahan :
Karena marahanya beliau kepada saya, lalu mengutuk agar menjadi raksasa, tuanlah yang patut
menghakhiri kutukan yang menimpa diriku, sebab sesungguhnya saya adalah putra Tuan (Kw.
Rāmāyana Sargah VI.84).