Page 13 - Sinar Tani Edisi 4100
P. 13
13
Edisi 27 Agustus - 2 September 2025 | No. 4100 Tahun LV
Lahan Kering dan Rawa,
Asa Baru Kedaulatan Pangan
Di tengah krisis iklim,
ketidakpastian geopolitik Dr. Ir. Basri A. Bakar, M.Si
global, dan fluktuasi
harga pangan dunia,
kemampuan suatu negara
untuk memproduksi
makanan bagi rakyatnya
menjadi ukuran baru dari
kedaulatan nasional. Dalam
konteks ini, Indonesia
dihadapkan tantangan
yang kompleks. Meski
telah 80 tahun Merdeka,
kita belum sepenuhnya
mandiri dalam memenuhi
kebutuhan pangan,
khususnya beras sebagai
bahan pokok utama
mayoritas rakyat Indonesia.
ata Kementerian tekanan alih fungsi lahan akibat bila ditunjang ketersediaan air dan lahan marginal memang bukan
Koor dinator Bidang urbanisasi dan ekspansi industri manajemen tanam yang baik. Lahan pekerjaan ringan. Dibutuhkan
Pangan per Desember terus meningkat. Dibutuhkan kering cocok dikembangkan dengan pendekatan lintas sektor dan disiplin,
2024 menunjukkan strategi baru, yang tidak hanya tanaman sorghum, kedelai, jagung serta kolaborasi antara pemerintah,
luas baku sawah Indo mempertahankan sawah eksisting, dan tanaman semusim lainnya. akademisi, swasta, dan petani.
Dnesia saat ini hanya tetapi juga membuka sumber daya Sumberdaya lain yang tidak kalah Faktorfaktor penentu keberhasilan
sekitar 7,38 juta hektar (ha). Dari lahan alternatif yang selama ini besar adalah lahan rawa pasang pengembangan lahan suboptimal
jumlah tersebut, hanya sekitar 4,7 belum tergarap maksimal. surut. Total luasnya mencapai lebih antara lain teknologi yang adaptif
juta ha yang memiliki sistem irigasi dari 20 juta ha, ditambah sekitar 13 dan spesifik lokasi, dukungan
yang tergolong baik. Sisanya berada Potensi Tersembunyi juta ha lahan lebak. Lahan ini memiliki kebijakan insentif dan pembiayaan.
dalam kondisi tanpa irigasi atau Indonesia memiliki aset besar keunggulan yang unik, seperti Tak kalah penting adalah partisipasi
beririgasi minim, yang berarti tidak yang seringkali luput dari perhatian ketersediaan air yang melimpah, aktif masyarakat lokal dankoordinasi
dapat diandalkan untuk produksi yakni lahan kering dan lahan rawa topografi datar yang mendukung pusatdaerah yang sinergis.
maksimal sepanjang tahun. pasang surut. Kedua jenis lahan ini mekanisasi, serta aksesibilitas tinggi Selain itu, perencanaan pem
Lebih mengkhawatirkan lagi, sebenarnya menyimpan potensi luar melalui jalur darat dan air. bangunan lahan harus dilakukan
tren alih fungsi lahan sawah terus biasa untuk menopang produksi Selama ini, pemanfaatan lahan secara bertahap dan selektif, dengan
berlanjut. Dalam lima tahun terakhir pangan nasional asalkan dikelola rawa kerap terbentur pada masalah memperhatikan karakteristik
saja, Indonesia telah kehilangan dengan pendekatan ilmiah, teknologi drainase, pengasaman tanah lahan, daya dukung lingkungan,
sekitar 79.607 ha lahan sawah. spesifik lokasi, serta dukungan sulfat masam, dan keterbatasan serta kesiapan infrastruktur dan
Sementara itu, data dari Institut kebijakan yang konsisten. varietas yang mampu beradaptasi. SDM. Pendekatan holistik dan
IDEAS mencatat bahwa sepanjang Luas lahan kering di Indonesia Namun, kemajuan riset agronomi berkelanjutan menjadi mutlak, agar
2013 hingga 2019, penyusutan diperkirakan mencapai sekitar 144,47 dan teknologi spesifik lokasi kini keberhasilan jangka pendek tidak
lahan sawah mencapai 287.000 ha. juta ha. Dari jumlah ini, sekitar 82% telah mampu menjawab tantangan mengorbankan kelestarian sumber
Jika tidak ada upaya pembenahan tergolong lahan suboptimal, terdiri tersebut. daya jangka panjang.
besarbesaran, maka kita akan atas lahan kering masam dan lahan Salah satu contoh keberhasilan Pemerintah harus menjadikan
terus kehilangan fondasi utama kering beriklim kering. adalah pengembangan varietas pengembangan lahan kering dan
penyediaan pangan nasional. Untuk lahan masam mencapai padi Inpari Nutri Zinc yang adaptif rawa sebagai bagian integral dari
Akibat keterbatasan lahan, 107 juta ha, tersebar luas di Sumatera, pada lahan suboptimal, termasuk strategi besar ketahanan pangan
kemampuan produksi padi nasional Kalimantan, Papua, dan sebagian rawa sulfat masam. Varietas ini nasional. Ini tidak bisa dilakukan
belum dapat menyaingi laju wilayah Jawa. Permasalahan utama tidak hanya tahan terhadap kondisi dengan proyekproyek sesaat, tetapi
pertumbuhan konsumsi. Pada tahun pada lahan ini adalah tingkat lingkungan yang ekstrem, tetapi memerlukan visi jangka panjang,
2024, Indonesia menghasilkan sekitar kemasaman yang tinggi (pH < 5,5), juga mengandung unsur seng (Zn) tata kelola yang baik, serta komitmen
52,7 juta ton gabah kering giling tingginya kandungan aluminium (Al), tinggi yang penting untuk kesehatan anggaran yang konsisten.
(GKG) dari luas panen sekitar 10 juta serta rendahnya ketersediaan unsur manusia. Optimalisasi lahan kering dan
ha. Setelah dikonversi menjadi beras hara seperti fosfor (P). Kandungan Znnya dapat men rawa pasang surut adalah kunci
konsumsi (dengan asumsi rendemen Tantangan tersebut bukan hal capai hingga 34,5 ppm, jauh lebih strategis menuju kedaulatan pangan
sekitar 64%), angka tersebut hanya yang tidak bisa diatasi. Teknologi tinggi dibanding varietas unggul Indonesia. Di tengah keterbatasan
setara dengan 33,7 juta ton beras ameliorasi seperti penggunaan kapur biasa seperti Ciherang yang hanya lahan sawah dan meningkatnya
masih di bawah kebutuhan nasional pertanian, pupuk hayati, pengelolaan mengandung sekitar 24 ppm. kebutuhan pangan, lahan suboptimal
sebesar 35,3 juta ton. Artinya, kita bahan organik, dan pemilihan varietas Padi biofortifikasi semacam ini harus diubah menjadi sumber
mengalami defisit sekitar 1,6 juta ton tahan kondisi masam telah terbukti merupakan langkah menjawab dua produksi baru melalui teknologi tepat
beras. Defisit ini bahkan lebih besar dapat meningkatkan produktivitas tantangan sekaligus, ketahanan guna, kebijakan yang mendukung,
pada 2023, yaitu sekitar 4,4 juta ton. lahan kering secara signifikan. pangan dan perbaikan gizi nasional, dan sinergi lintas sektor.
Kondisi ini menjadi sinyal penting Pada beberapa wilayah, lahan termasuk dalam upaya menurunkan Dr. Ir. Basri A. Bakar, M.Si
bahwa mengandalkan sawah irigasi kering justru berpotensi ditanam angka stunting. (Peneliti Ahli Madya
semata tidak lagi cukup. Apalagi lebih dari satu kali setahun, terutama Mengembangkan pertanian di Pusat Riset Tanaman Pangan/BRIN)