Page 2 - suara yang dibungkam
P. 2
Albi: (berusaha menengahi) Hey, kita semua teman di sini, kan? Harusnya saling
menghormati…
Siska: (memprovokasi) Teman? Dari mana kamu dapat ide itu, Albi? Bukankah kita tahu siapa
yang lebih berharga di sini?
Titus: (dengan berani) Kenapa harus ada yang lebih berharga? Kita semua manusia!
Amira: (menyeringai) Titus, jangan terlalu emosional. Lagipula, semua orang tahu siapa yang
sebenarnya diuntungkan di sini.
Pak Tedy: (masuk ke percakapan) Cukup, anak-anak. Apa yang terjadi di sini bukanlah cara kita
berinteraksi. Kita harus menghargai setiap individu.
Revan: (menantang) Kenapa? Karena kamu guru? Semua orang di sini tahu siapa yang berkuasa.
Pak Tedy: (tenang) Kuasa bukan tentang uang atau status, Revan. Kuasa sejati adalah
bagaimana kita memperlakukan orang lain.
Titus: (dengan harapan) Tapi bagaimana jika suara kita dibungkam?
Pak Tedy: (mengangguk) Suara yang dibungkam harus ditemukan. Mari kita semua belajar
untuk mendengar dan berbicara dengan benar.
Amira: (terdiam, berpikir) Mungkin ada kebenaran dalam kata-katanya…
Albi: (mengangguk) Ya, kita bisa mulai dari sekarang. Harusnya kita bersatu.
Siska: (tersenyum sinis) Tentu saja, bersatu… selama kita bisa menjatuhkan yang lain.
Titus: (bertekad) Tidak! Kita harus saling mendukung. Mulai sekarang, saya akan berbicara.
Setting: Kantin sekolah yang ramai. Meja-meja dipenuhi oleh siswa yang sedang makan siang.
Revan dan Siska duduk di meja utama dengan Albi yang setia di sampingnya. Titus dan Amira
duduk di meja lain, mengobrol pelan. Ketika Revan dan Siska melihat Titus dan Amira, situasi
mulai memanas.
Revan: (melirik ke arah Titus dan Amira dengan senyum sinis)
"Lihat deh, ada dua orang yang sepertinya lupa kalau mereka nggak cocok duduk di sini."
(tertawa mengejek)