Page 7 - suara yang dibungkam
P. 7

Suasana hening sejenak, sampai akhirnya Pak Tedy bicara dengan nada lebih serius.

               Pak Tedy:
               "Saya tidak akan memberikan hukuman fisik atau administratif. Tapi kalian akan menjalani sesi
               khusus setiap minggu untuk memahami apa itu empati, keberagaman, dan kesetaraan. Kalian
               akan belajar bahwa di dunia ini, tidak ada satu pun orang yang lebih berharga dari yang lain
               hanya karena warna kulit atau asal-usulnya."

               Revan: (menyela dengan nada kesal)
               "Empati? Kesetaraan? Pak, kami nggak butuh itu! Kami baik-baik saja tanpa itu."

               Pak Tedy: (tetap tenang)
               "Itu yang kau pikir sekarang, Revan. Tapi percayalah, seiring berjalannya waktu, kalian akan
               mengerti bahwa hidup ini jauh lebih besar dari sekadar merasa superior. Dan ingat, dunia ini
               tidak diukur dari siapa yang paling keras bicara atau merasa paling kuat. Suatu saat, kau akan
               butuh orang-orang yang hari ini kau remehkan."

               Revan terdiam, merasa tidak bisa melawan argumen Pak Tedy, meskipun di dalam dirinya ia
               masih tidak sepenuhnya setuju. Siska tampak kesal, sementara Albi mulai merenung dalam-
               dalam.

               Pak Tedy:
               "Kalian boleh pergi sekarang. Tapi pikirkan baik-baik tentang apa yang kita bicarakan hari ini."


               Revan, Siska, dan Albi berdiri dan meninggalkan kelas. Revan terlihat kesal, Siska masih sinis,
               dan Albi tampak semakin ragu dengan tindakannya selama ini. Pak Tedy menatap mereka pergi,
               dalam hati berharap mereka akan berubah.


               Setting: Hari ketiga, di halaman belakang sekolah. Tempat ini sepi, jauh dari pantauan guru, dan
               sering digunakan siswa untuk berkumpul atau mengobrol santai. Revan dan Siska terlihat
               bermesraan di sana, berpelukan di dekat dinding. Titus, yang tak sengaja lewat, melihat mereka.
               Kejadian ini memicu kemarahan Revan karena ia merasa Titus tidak pantas melihat atau berada
               di dekat mereka. Albi juga ada di sana, mengikuti Revan seperti biasa. Amira muncul
               belakangan, menyaksikan kejadian dari kejauhan.



               Revan: (berhenti bermesraan, menyadari kehadiran Titus, wajahnya langsung berubah kesal)
               "Heh, Titus! Ngapain kau di sini, hah?”

               Titus: (berusaha tetap tenang, tapi terkejut dengan reaksi Revan)
               "Aku cuma lewat. Ini halaman sekolah, aku nggak sengaja melihat kalian."


               Siska: (tertawa sinis sambil merapat ke Revan)
               "Oh, jadi sekarang kau suka ngintip, ya? Kamu nggak punya urusan di sini. Cepat pergi dari
               sini."
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12