Page 9 - suara yang dibungkam
P. 9

Revan kembali mendorong Titus dengan lebih keras, membuatnya jatuh ke tanah. Albi hanya
               melihat dari samping, semakin gelisah tapi tidak tahu harus berbuat apa. Pada saat itulah Pak
               Tedy muncul dari sudut halaman, melihat apa yang terjadi.


               Pak Tedy: (berbicara dengan nada keras dan tegas)
               "Revan! Berhenti sekarang juga!"

               Semua orang terkejut mendengar suara Pak Tedy. Revan segera menarik diri, tampak sedikit
               cemas, namun mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik sikap angkuhnya. Siska terdiam,
               sementara Amira menunduk, merasa bersalah. Titus bangkit perlahan, masih terengah-engah.

               Pak Tedy: (mendekati mereka dengan wajah serius)
               "Ini sudah lebih dari sekadar kata-kata. Kalian sekarang sudah menggunakan kekerasan. Apa
               yang kalian lakukan sama sekali tidak bisa diterima."

               Revan: (berusaha mengelak, dengan nada defensif)
               "Pak, dia yang mulai dulu. Dia nggak pantas ada di sini. Ini urusan kami, bukan urusan Bapak."

               Pak Tedy: (menatap tajam ke arah Revan)
               "Ini urusan saya, Revan. Ini adalah sekolah, tempat di mana setiap siswa harus merasa aman dan
               dihargai, tidak peduli dari mana mereka berasal atau seperti apa warna kulit mereka. Kau tidak
               punya hak untuk menentukan siapa yang 'pantas' berada di sini."


               Siska: (menyela dengan nada meremehkan)
               "Pak, kami cuma mempertahankan diri. Dia yang sok berani di depan kami."

               Pak Tedy: (tetap tegas)
               "Mempertahankan diri? Apa dengan cara memukul dan menjatuhkan orang lain yang tidak
               pernah mengancam kalian secara fisik? Itu bukan pembelaan diri, Siska. Itu perundungan. Kalian
               berdua telah melangkah terlalu jauh."


               Revan terdiam, meski masih tampak marah. Siska terlihat tidak peduli, namun tetap tidak
               membantah lagi. Amira menunduk, merasa bersalah, sementara Albi tampak semakin tertekan
               dengan situasi ini.


               Pak Tedy: (menatap Albi, yang sejak tadi diam)
               "Albi, kau ikut melihat ini. Mengapa kau tidak berbuat apa-apa?"


               Albi: (terlihat bingung, berbicara dengan nada pelan)
               "Pak... aku... aku nggak tahu harus gimana. Aku nggak mau ribut dengan Revan. Dia teman
               baikku."


               Pak Tedy: (menatapnya dengan pandangan penuh empati)
               "Kadang, Albi, berdiri diam ketika hal buruk terjadi sama saja dengan mendukung hal itu. Kau
               harus mulai belajar untuk berdiri pada sisi yang benar, meskipun sulit."
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14