Page 3 - suara yang dibungkam
P. 3
Siska: (tertawa keras, suaranya lantang)
"Iya, Rev! Cantik ya, kulit coklat mereka. Habis main lumpur di desa kali ya?" (tertawa lagi,
memancing perhatian)
Albi: (melirik Titus dengan canggung, tidak nyaman, tapi tetap duduk diam)
"Ehm... Mungkin kita makan aja, Rev. Udah siang nih." (berusaha mengalihkan perhatian)
Revan: (mengabaikan Albi, bicara lebih keras)
"Hei, Titus! Apa kabar di pelosok sana? Sudah ada internet? Atau masih pake kentongan kalau
ada bahaya?" (tertawa keras, disambut tawa Siska)
Titus: (mengerutkan kening, mencoba menahan diri, berusaha fokus pada makanannya)
"..."
Amira: (berbisik kepada Titus, tampak tegang)
"Sudahlah, Titus. Jangan diladenin. Nanti malah tambah parah."
Titus: (berbisik balik, kecewa)
"Kenapa kau selalu bilang begitu? Amira, kau tahu apa yang mereka lakukan salah. Tapi kau
diam saja, seakan-akan aku hanya berarti saat kau membutuhkan aku. Seperti peribahasa, ada
aku di pandang hadap, tiada aku di pandang belakang."
Amira: "Aku... aku tidak bermaksud begitu, Titus. Aku hanya takut..."
Titus: "Takut? apa yang harus kamu takutkan? kita sama mereka itu sama....."
Amira: (dengan cepat memotong omongan Titus) "sama? sama dibagian mananya Titus?, kalau
kita sama mereka itu sama, ini semua nggak akan terjadi, dan kamu nggak akan menjadi sasaran
buli mereka. Sudahlah Titus aku cuma nggak mau masalah ini jadi makin besar"
Titus: (mengerutkan kening) "Mau masalahnya besar atau kecil, dari awal kamu memang nggak
pernah benar-benar berpihak padaku. Di depan bilangnya temanku, tapi sebenarnya kamu nggak
beda sama mereka."
Amira: (menghindari tatapan Titus, merasa bersalah)
"Ini... demi kebaikanmu juga, Tit. Mereka nggak akan berhenti."
Siska: (mendengar percakapan Amira dan Titus, tersenyum licik)
"Amira benar, Titus. Kau diam saja, lebih aman. Pasti berat ya, kulit gelap dan otak pas-pasan."
(tertawa dengan keras lagi)
Revan: (menambahkan dengan nada meremehkan)
"Iya, Tit. Kami cuma kasih saran kok. Kamu nggak pantas di tempat ini. Harusnya di kampung
halamanmu, ngurus kebun atau ternak, bukan di sekolah elit."