Page 17 - e-modul bab 1
P. 17
mendirikan institusi baru, yaitu shalat lima kali sehari, kewajiban
berzakat, dan pembacaan harian kitab suci Al-Qur‟an.
Secara teologis, Islam lebih dekat dengan Yahudi daripada
dengan Kristen. Sebagaimana Yahudi, Islam sangat menekankan
keesaan Tuhan dan hubungan langsung manusia dengan Tuhan.
Menurut Stephen M. Wylen, seorang rabi (sarjana dan guru agama
Yahudi) di Amerika Serikat, orang Yahudi mengakui bahwa ide Islam
tentang Tuhan yang Esa tidak berbeda secara esensial dengan ide
Yahudi tentang Tuhan. Namun ide Kristen tentang Tuhan yang
Tritunggal (baca: Trinitas) sulit dipahami orang Yahudi dan penganut
Islam. Orang Yahudi memandang bahwa monoteisme Islam tidak
berbeda secara esensial dengan monoteisme Yahudi, tetapi mereka
menolak monoteisme Kristen.
Kemodernan Islam akan tampak jika dibandingkan dengan
penekanan Yahudi dan Kristen pada konsep Tuhan dan manusia.
Yahudi memberikan penekanan pada konsep bahwa Tuhan adalah
“Sumber Hukum” dan Hakim bangsa-Nya, sementara manusia lebih
dipandang sebagai kolektivitas dan masyarakat sebagai individu-
individu. Sesuai dengan penekanan ini, Yahudi memberikan
penekanan pada aspek kemasyarakatan, hukum, dan keadilan.
Kristen memberikan penekanan pada konsep bahwa Tuhan adalah
“Sumber Kasih” yang mencintai hamba dan putera-Nya. Kristen
memang mulai muncul sebagai agama mistis individual yang sangat
kuat. Sesuai dengan penekanan ini, Kristen memberikan penekanan
pada aspek spiritual, kebaktian, dan kecintaan dari individu-individu.
Singkatnya, Yahudi memberikan penekanan pada aspek “eksoteris”
(lahiriah), sedangkan Kristen memberikan penekanan pada aspek
“esoteris” (batiniah).
Islam memadukan kedua sikap ini ke dalam suatu keutuhan
sintesis yang tunggal. Tuhan, menurut Islam, adalah Maha Kuasa,
Sang Penghukum, Hakim Yang Adil (seperti Tuhan orang-orang
Yahudi), dan sekaligus Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha
Pengampun, dan Maha Pemaaf (seperti Tuhan orang-orang Kristen).
Islam menekankan kesatuan dan keharmonisan antara kehidupan
sosial dan kehidupan individual, antara eksoterisme (lahiriah) dan
esoterisme (batiniah). Dengan demikian, Islam memulihkan kembali
keseimbangan sempurna antara eksoterisme dan esoterisme yang
dimiliki oleh monoteisme murni yang diwahyukan kepada Nabi
Ibrahim AS (Bleeker, 1985).
16