Page 4 - dear-dylan
P. 4
AFTER A YEAR...
“GRRRRRR... ke mana sih dia?!”
Aku mengentak-entakkan kaki dengan kesal sambil berjalan mondar-mandir di depan Sushi
Tei. Penerima tamu Sushi Tei yang berdiri di dekatku kayaknya sebentar lagi bakal membunuhku
dengan tatapannya kalau aku nggak cepat-cepat pergi dari sini. Dari tadi dia memelototiku terus!
Dengan napas setengah tertahan, aku melirik jam yang terpampang di layar HP-ku. Pukul
19.30. Dua jam aku menunggu, dua jam!!!
Dan dia selalu nggak bisa ditelepon kalau ngaret begini! Benar-benar kebiasaan jelek yang
baru kutahu setelah kami jadian. Ganteng-ganteng ternyata suka ngaret, suka sok kagak
mengangkat HP-nya pula kalau ditelepon, huh!
Aku mencoba menarik napas dalam-dalam. Oke, there’s always sunny side in everything, Alice.
Mungkin dia terpaksa mengulang adegan di video klipnya sampai beberapa kali karena model
untuk video klip itu begitu idiotnya hingga tak tahu bagaimana cara memeluk yang benar, dan
take peluk-memeluk itu harus diulang...
Take peluk-memeluk? Harus diulang?
“Grrrrrr...!” Aku mengertakkan gigiku sekali lagi. Menunggu dua jam sambil mondar-mandir
kayak setrika begini sudah cukup membuatku kesal, seharusnya aku nggak perlu membayangkan
cowokku, yang vokalis band terkenal itu, terpaksa mengulang adegan peluk-memeluk dengan
model video klipnya yang idiot!
Atau malah model itu begitu PINTARnya, sampai dia bisa berpura-pura bodoh dalam
adegan peluk-memeluk, dan dengan begitu bisa mengulang adegan itu berkali-kali???
Awas nanti kalau dia DATANG!
“Sayang!”
Aku menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya membalikkan tubuh. Dan dengan radar
yang sudah terlatih, aku bisa merasakan orang-orang di sekitarku sudah membeku di tempat
mereka masing-masing.
“Dylan...,” geramku jengkel melihat dia cengengesan, tapi amat sangaaaattt ganteng dalam
long-sleeve putih dan celana jins abu-abunya.
Kebekuan di sekitarku makin terasa menusuk. Aku bisa merasakan tatapan mata banyak
orang menghunjam pada kami.
Yeah, pacarku ini seleb. Sangat sulit jalan bareng dia tanpa dilihatin begitu banyak orang.
Tapi yah... sekarang aku sudah mulai terbiasa.
“Ah, kamu pasti udah lapar ya, sampai memanggilku Dylan begitu?” tanyanya, masih sambil
cengar-cengir.
Memangnya aku masih bisa memanggilnya “Say” setelah aku terpaksa ngetem di sini
menunggu dia, heh? “Aku nungguin kamu DUA JAM, tau! Dua jam!”