Page 5 - dear-dylan
P. 5

“Iya, iya, Say... Maaf yaa... Tadi syuting video klipnya kacau berat sih! Nggak tau deh model
               dari  agensi  mana  yang  dipilih  Bang  Budy,  dia  bego  banget  sampai  adegannya  harus  diulang
               melulu...”
                    Serasa ada yang menabuh genderang perang di dadaku mendengar omongan Dylan barusan.
               Berarti memang benar model video klip Skillful pura-pura bodoh supaya dia bisa mengulang...
                    “Kalian  retake  adegan  pelukan  terus,  ya?”  tanyaku  akhirnya,  nggak  tahan  kalau  harus
               bertanya-tanya tanpa henti dalam hati.
                    Dylan kelihatan bingung. “Adegan pelukan? Kok adegan pel...”
                    “Bukan? Terus apa? Adegan ciuman? Kalian retake adegan itu terus, ha?!”
                    “Eh, Say, kayaknya kamu harus...”
                    “Apa? Aku harus apa? Harus sabar? Kuulangi ya, aku DUA JAM menunggumu di sini, dan
               yang  kamu  lakukan  malah  retake  adegan  ciuman  sama  model  bego  dari  agensi  tolol???”  Aku,
               entah dapat energi dari mana, menyerocos tanpa henti. Sebodo amat kalau dilihatin orang!
                    Dylan menatapku lurus-lurus selama beberapa detik, lalu meledak tertawa. Orang-orang yang
               tadinya  memandangi  kami  karena  Dylan  seleb,  sekarang,  aku  yakin,  memelototi  kami,  karena
               Dylan yang seleb sedang bertengkar dengan ceweknya yang setengah bule dan overhisteris.
                    “Say, dari mana kamu dapat pikiran aku retake adegan pelukan dan ciuman sama si...”
                    “Terus apa, ha?”
                    Dylan tersenyum. “Mau jawaban jujur?”
                    “Coba saja bohong,” kataku marah, “dan aku akan bilang  ke  Tante Ana kamu bikin aku
               kesal!”
                    Pipi Dylan berkedut sedikit, aku yakin dia pasti nggak mau mengambil risiko itu. Tante Ana,
               mama Dylan, amaaaaat sangaaaaat menyayangiku, seolah aku anaknya sendiri. Mungkin dia bakal
               lebih  marah  kalau  mengetahui  Dylan  membuatku  menunggu  dua  jam  daripada  mengetahui
               akulah yang tanpa sengaja menginjak pot bunga mawar beliau di kebun rumahnya saat aku ke
               sana minggu lalu.
                    Bukannya aku menyembunyikan “aib” kecilku itu, tapi...
                    “Adegan  yang  terpaksa  di-retake  terus,”  kata  Dylan  sambil  memegang  bahuku,  “bersama
               orang yang kamu sebut model-bego-dari-agensi-tolol itu, adalah adegan tampar-menampar.”
                    Ha! Dia mau coba ngibul rupanya! Apa yang sulit dari adegan tampar-menampar? Aku, yang
               bukan  model  video  klip saja,  pasti  sukses  melakukannya  dalam  sekali  take!  Lain  kalau adegan
               ciuman! Di film Harry Potter and the Order of the Phoenix, Daniel Radcliffe dan Katie Leung harus
               mengulangnya 27 kali!!!
                    Oh tidak, 27 kali...?
                    Kalau Dylan berani-berani...
                    “Nih, kalau nggak percaya, pegang aja pipiku,” kata Dylan sambil meraih tangan kananku
               dan menuntunnya ke salah satu pipinya.
                    Aduh, pipinya haluuuuss sekali. Dia pasti baru bercukur tadi, aroma aftershave-nya...
                    “Si  model  bego  dari  agensi  tolol  itu,”  kata  Dylan  lagi,  “harus  TUJUH  kali  menamparku
               supaya Bang Budy puas dengan hasil gambarnya. Di take pertama, dia terlalu nervous. Take kedua,
               dia menamparnya nggak serius. Take ketiga, dia kelihatannya nggak tega menamparku lagi. Take
               keempat...”
                    “Oke, oke, aku percaya,” kataku sambil menahan tawa. Memang kalau diamati betul-betul,
               seperti  ada  memar  merah  di  pipi  Dylan,  yang,  kalau  diamati  dengan  lebih  saksama  lagi,
               menyerupai bentuk telapak tangan manusia.
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10