Page 224 - Legenda dari Papua Barat Daya
P. 224
Sepercik rasa penyesalan menghantuinya.
Andai ia tidak bertindak terburu-buru.
“Ah, anak-anak itu pasti masih
membutuhkan Gete. Jika aku membunuh
ibunya, siapa yang akan mengasuh mereka?“
Awies bergumam dalam hatinya.
Awies teringat masa kecilnya bersama
Gete yang hidup tanpa orang tua. Ia memandang
Gete penuh kasih kemarahannya telah lenyap.
Tetapi demi harga diri, ia memantapkan hati
untuk membalaskan sakit hatinya.
“Awies, jangan diam ! Perbuatannya
tidak bisa dimaafkan!” teriak pasukan yang
dibawanya dengan tidak sabar. Mereka geram
melihat Awies tidak bergerak. Mendengar
desakan penuh kemarahan, Awies pun terpaksa
menuruti kemauan mereka.
216 217