Page 179 - PENARIKAN PRODUK RANITIDIN YANG TERKONTAMINASI N-NITROSODIMETHYLAMINE (NDMA)
P. 179

sintesis  atau  pemurnian  bahan  baku  ranitidin,  maka  terdeteksi  sebagai  pengotor
               (impurities).

               Keberadaan  impurities  dalam  bahan  baku  obat  kadang  tidak  dapat  dihindari  dan
               diizinkan  oleh  regulasi  asalkan  berada  di  dalam  batas  aman.  Demikian  juga  hasil
               penguraian, ada batasan kadar yang jelas bila ditemukan di dalam produk obat. Hal
               ini akan terdeteksi dalam pemeriksaan mutu obat secara berkala oleh BPOM.

               Industri farmasi seharusnya sudah melakukan kontrol kualitas terhadap bahan baku
               sebelum obat diproduksi, sehingga NDMA sebagai impurities tidak akan melewati nilai
               ambang batas yang ditetapkan. Demikian juga dalam menjaga stabilitas obat, industri
               sudah melakukan teknik tertentu untuk mencegah terjadinya penguraian obat selama
               proses produksi sampai diedarkan dan dikonsumsi masyarakat. Jaminan akan mutu
               obat ini terlihat dengan dicantumkannya tanggal kadaluarsa dan kondisi penyimpanan
               obat pada kemasannya.

               Kuat dugaan bahwa NDMA yang ditemukan pada produk ranitidin yang ditarik adalah
               akibat dari terurainya ranitidin setelah diedarkan. Temuan NDMA  melebihi ambang
               batas pada produk cair (sirup dan injeksi) tetapi tidak atau belum ditemukan pada
               tablet, menguatkan dugaan ini. Reaksi penguraian obat lebih mudah terjadi di dalam
               larutan dibandingkan dalam bentuk padat.

               Le  Roux  dkk  (2018)  mempublikasikan  bahwa  reaksi  penguraian  ranitidin
               menghasilkan NDMA di dalam larutan terjadi dengan cepat dan sangat dipengaruhi
               oleh  PH  larutan.  Ranitidin  dalam  tablet  lebih  stabil,  sehingga  belum  dideteksi
               terbentuknya NDMA melebihi ambang batas.
               Kejadian  ini  kembali  mengingatkan  kita  bahwa  perlu  mempertimbangkan  manfaat
               dibanding risiko sebelum memutuskan mengkonsumsi obat. Hal ini sering dilupakan
               oleh  masyarakat,  karena  menganggap  obat  adalah  “dewa”  penyembuh  penyakit.
               Apalagi  kecenderungan  sebagian  besar  masyarakat  dalam  swamedikasi,  membeli
               obat keras tanpa resep dokter. Padahal, banyak pilihan obat yang lebih aman untuk
               mengatasi masalah asam lambung yang termasuk golongan obat bebas. Oleh sebab
               itu, masyarakat perlu mengetahui informasi secara berimbang antara khasiat dan efek
               tak diinginkan lainnya sebelum memilih obat.

               Di  samping  itu,  pengalaman  penulis  sebagai  pembimbing  praktik  profesi  apoteker
               menunjukkan,  ada  kecenderungan  praktisi  kesehatan  meresepkan  ranitidin  untuk
               setiap pasien yang dirawat di rumah sakit. Tujuannya, untuk mencegah stress ulcer
               pada pasien selama dirawat. Penggunaan ranitidin tanpa indikasi yang jelas, tidak
               rasional dan harus dihentikan. Dalam hal ini, peran apoteker secara klinis di rumah
               sakit sangat diharapkan untuk menyeleksi obat yang betul-betul dibutuhkan pasien
               dan mengkomunikasikannya dengan dokter sebagai penulis resep obat.

               Menyikapi informasi ini, masyarakat tidak boleh resah dan paranoid terhadap obat.
               Konsumsi lah obat secara bijaksana. Hindari swamedikasi, jika membeli obat “over
               the  counter”  (obat  bebas  dan  bebas  terbatas)  tanyakan  atau  konsultasikan  pada
               apoteker. Obat keras hanya boleh diperoleh dengan resep dokter. Bagi yang sudah
               terlanjur mengkonsumsi ranitidin sejak lama, konsultasikan kepada dokter Anda untuk
   174   175   176   177   178   179   180   181   182   183   184