Page 216 - PENARIKAN PRODUK RANITIDIN YANG TERKONTAMINASI N-NITROSODIMETHYLAMINE (NDMA)
P. 216
ditarik. “Ini kami dapat info dari US FDA dan EMA. Ini bentuk BPOM berjejaring secara
internasional, BPOM ambil langkah pengamanan,” katanya.
Penny mengimbau masyarakat tidak panik dengan penarikan produk mengandung
Ranitidin. “Kami harapkan masyarakat merespon tidak panik. Tukak lambung dan
tukak usus ada obat alternatifnya,” katanya.
Ketua Kajian Obat PB Ikatan Dokter Idonesia (IDI) dr Rika Yuliwulandari
menambahkan zat cemaran NDMA pada obat mengandung ranitidin bisa terdapat
dalam makanan. “Soal NDMA ini memang harus hati-hati, ada di air, susu dan ikan,”
kata Rika.
Dia mengatakan secara umum memang NDMA bisa ada di banyak materi, termasuk
pada obat dengan ranitidin. Jika dalam prosesnya nanti ranitidin dapat disterilkan dari
NDMA maka bisa jadi bahan tersebut dipakai lagi di dunia kesehatan.
Hanya saja, kata dia, hal itu harus dibuktikan secara uji laboratorium apakah Ranitidin
tidak karsinogenik atau zat yang memicu kanker akibat penggunaan dalam dosis
tertentu dan dalam jangka waktu yang lama.
“Kalau nanti steril bisa dipakai lagi atau juga misalnya level toksisitas menurun bisa
dengan penyinaran ultraviolet dan cara lain,” kata dia.
Terpisah, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta BPOM untuk
melakukan pengawasan lebih aktif menyangkut label imbauan pemanis buatan yang
beredar di pasar.
“Kita minta agar Badan POM lebih pro aktif melakukan pengawasan. Regulasinya
sudah ada sebagai bentuk free market control oleh pemerintah tapi kontrol
pascapasar seperti apa,” ujar Ketua Harian YLKI Tulus Abadi, kemarin.
Permintaan YLKI itu muncul setelah mereka mengadakan survei dan analisis
efektivitas penandaan kandungan pemanis buatan dalam produk makanan dan
minuman. YLKI mengambil sampel 90 responden dari kelompok yang dianggap
rentan terhadap dampak pemanis buatan yaitu ibu hamil, menyusui dan yang memiliki
anak-anak balita.
Survei yang dilakukan dalam rentang Maret-April 2019 di daerah Jakarta Selatan itu
menemukan bahwa 47 persen responden mengenali lebih dari 10 produk dari 25
produk yang dijadikan sampel.
Meski mayoritas responden pernah mendengar perihal pemanis buatan tapi
kebanyakan menganggapnya sebagai pengganti gula atau biang gula, sekitar 96
persen responden bahkan tidak mengetahui nama-nama pemanis buatan tersebut.
Sekitar 51 persen mengaku jarang membaca peringatan atau imbauan kesehatan
yang terdapat di kemasan produk, jika pun pernah membaca perhatian mereka bukan
kepada informasi komposisi dan peringatan yang ada.
Meski dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 33 tahun 2012 dan
Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 sudah mengatur soal