Page 261 - Mengungkap-Kerancuan-Pembagian-Tauhid-Kepada-Uluhiyyah-Rububiyyah-dan-al-Asma-Wa-ash-Shifat-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-277-Hal
P. 261
Mengungkap Kerancuan Tiga Tauhid | 259
ia yakin bahwa tawassul atau istighatsah sama sekali bukan dalam
pengertian ibadah. Adapun tunduk atau mengagungkan sesuatu
yang tidak sampai batas uncaknya maka hal itu tidak termasuk
definisi ibadah dalam tinjauan syari‘at. Perbuatan syirik itu baru
terjadi apa bila sikap tunduk atau pengagungan terhadap sesuatu
telah mencapai puncaknya dengan meyakini bahwa sesuatu
tersebut berhak untuk dijadikan objek ibadah.
Karena itu kita sering melihat seorang tentara dengan
posisi berdiri tegak tidak bergerak sedikitpun dalam waktu yang
lama di hadapan komandannya. Ini artinya bahwa tentara tersebut
tunduk, taat, dan hormat terhadap komandannya. Hal ini secara
definitif sama sekali bukan dalam pengertian ibadah. Sementara
itu di pihak lain, ada seorang yang berdiri shalat, walaupun tidak
dalam waktu yang panjang, misalkan dengan hanya melakukan
rukun-rukunnya saja. Namun demikian shalat ini adalah bentuk
puncak ketaatan, puncak ketundukan, dan puncak pengagungan
kepada Allah. Oleh karenanya shalat ini secara definitif di dalam
syari‘at disebut ibadah. Perbedaan antara dua hal ini ialah bahwa
ketundukan tentara terhadap komandannya tidak mencapai batas
puncaknya serta tidak meyakini bahwa komandannya tersebut
adalah tuhannya, sementara ketundukan seorang yang shalat telah
mencapai batas puncaknya dan meyakini bahwa Allah yang
ditundukinya adalah sebagai sebagai yang berhak untuk
dituhankan.