Page 22 - MODUL B. INDO NA 2017
P. 22
BAB III
HURUF DAN TANDA BACA
A. PENGERTIAN EJAAN
Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang
distandardisasikan, yang mempunyai tiga aspek, yaitu aspek fonologis, aspek
morfologis, dan aspek sintaksis. Aspek fonologis mencakup penggabaran fonem
dengan huruf dan penyususnan abjad. Aspek morfologis mencakup penggambaran
satuan-satuan morfemis. Aspek sintaksis mencakup penanda ujaran berupa tanda
baca (Kridalaksana, 1993:48). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ejaan
merupakan perwujudan dari bunyi bahasa.
B. SEJARAH EJAAN
Secara garis besar ejaan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi lima,
yaitu ejaan van Ophuijsen, ejaan Suwandi, ejaan Melindo, ejaan bahasa indonesia
yang disempurnakan, dan ejaan Bahasa Indonesia. Berikut ini penjelasan secara rinci
dari jenis-jenis ejaan tersebut.
1. Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini bermula pada tahun 1900. Pada saat itu van Ophuijsen
mendapat tugas untuk menyususn ejaan Melayu dengan menggunakan aksara
latin. Ketika itu ia hanya sekadar mempersatukan bermacam-macam sistem
ejaan yang sudah ada dengan bertolak dari sistem ejaan bahasa Belanda
sebagai landasan pokoknya. Selanjutnya, pada tahun 1901 ejaan tersebut
ditetapkan menjadi ejaan van Ophuijsen atau lebih dikenal dengan sebutan ejaan
Balai Pustaka. Untuk waktu-waktu berikutnya ejaan terseut banyak mengalami
perubahan dari tahun ke tahun dan baru pada tahun 1926 ejaan van Ophuijsen
mendapat bentuk yang tetap.
2. Ejaan Suwandi
Ejaan Suwandi ini lahir pada tahun 1947. Pada tanggal 19 Maret 1947
Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, Suwandi , mengeluarkan SK
tentang perubahan ejaan bahasa Indonesia. Oleh karena itu ejaan ini dinamakan
dengan ejaan Suwandi atau ejaan RI. Bentuk perubahan yang paling terlihat dari
ejaan ini dibandingkan dengan ejaan van Ophuijsen adalah berubanya oe
menjadi u, preposisi di pada kata diatas tidak dipisahkan.
16