Page 15 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 15
memperkirakan kapan akan datangnya musim penghujan atau kemarau. Bapak
juga tahu tanaman apa yang cocok untuk setiap lahan pada setiap musimnya.
Bapak juga bisa berceritera tentang berbagai pengetahuan umum, agama, dan
bahkan masalah-masalah politik dan hukum.
Tentang sejarah, beliau sangat fasih menceriterakan babad Mataram.
Demikian pula tentang Wali Songo khususnya peran Sunan Kalijogo dan Syech
Siti Jenar dalam pengembangan Islam di Jawa.
Bapak juga menguasai cerita tentang wayang, terutama cerita seri Mahabarata
dan Ramayana yang sudah disadur dan digubah disesuaikan dengan budaya dan
adat istiadat sehingga sudah menjadi cerita Jawa.
Oleh karena itu, dalam petuah-petuahnya, bapak meramu dengan
menggabungkan antara agama, adat budaya, dan kondisi sosial masyarakat. Ini
dilakukan agar kami mudah menerima sesuai perkembangan zaman. Hal yang
utama tentang budi pekerti dan etos kerja.
Bapak juga bercerita tentang ajaran “sangkan paraning dumadi”, “manunggaling
kawulo gusti” dan “sedulur papat, limo pancer, kakang kawah adhi ari-ari”,
dengan lancar. Islam bapak terkesan lebih kepada Kejawen. Namun aku
meyakini bahwa dalam hal ilmu agama bapak di atas rata-rata. Aku perhatikan
bapak tidak pernah meninggalkan zikir, terutama di malam hari dan di saat
duduk-duduk sendirian sambil minum teh atau merokok. Bahkan beliau hafal
“asma ul husna”. Bisa jadi bapak mendalami tasawuf.
Untuk sekedar pengetahuan, sekilas tentang ajaran “sangkan paraning
dumadi”, “manunggaling kawulo Gusti” dan “sedulur papat limo pancer,
kakang kawah adhi ari-ari”, boleh aku ceritakan secara singkat berikut ini.
“Sangkan paraning dumadi” itu adalah ajaran Kejawen tentang keimanan
kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Ajaran itu menerangkan tentang
keberadaan dan keagungan Gusti Allah, tentang asal usul manusia (dari mana,
apa yang harus dilakukan selama hidup, dan akan ke mana setelah manusia itu
meninggalkan alam dunia). Ajaran ini dalam khazanah Islam boleh jadi bisa
disejajarkan dengan hakikat dari “innalillahi wainnailaihi roji‟un”. Manusia
berasal dari Allah dan pada akhirnya akan kembali kepada-Nya.
Dalam berbagai hikayat dikisahkan, kehidupan manusia itu digambarkan
berkelanjutan, sejak lahir hingga meninggal dunia, seperti urutan aksara Jawa
“HoNoCoRoKo, DoToSoWoLo, PoDhoJoYoNyo, MoGoBoThoNgo”, yang
artinya sbb,

