Page 12 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 12

Sesekali ada lauk telor goreng, panggang atau gulai ayam, juga dari peliharaan
        sendiri.  Seminggu  sekali  biasanya  kami  makan  panggang  ayam.  Lauk  daging
        kami dapatkan apabila simbok membeli di pasar setelah menjual hasil panen,
        atau apabila bapak menyembelih kambing atau sapi pada acara-acara tertentu,
        misalnya  ada  acara  kendurenan  atau  hajatan.  Bapak  biasa  menyelenggarakan
        acara kendurenan atau slametan secara insidental.

        Kami tidak biasa makan nasi dari beras, nasi putih, secara penuh. Di samping
        sudah terbiasa makan tiwul, beras lebih baik dijual untuk memenuhi kebutuhan

        selain  makan.  Hanya  bapak  yang  selalu makan  nasi  putih,  dan  tentunya  aku,
        setelah mendapat lorotan dari bapak. Kami baru makan nasi putih apabila ada
        acara  atau  situasi  tertentu,  misalnya  bapak  menerima  punjungan,  ada
        kendurenan, pada hari lebaran, apabila memperingati hari weton atau apabila
        kami sedang sakit.
        Bapak sering menerima punjungan, karena dianggap sesepuh desa. Bapak juga
        sering  diminta  untuk  mencarikan  hari  baik,  memberi  petuah  atau
        membawakan doa apabila ada warga yang mengadakan hajatan.
        Punjungan adalah pemberian makanan siap saji, sebagai bentuk penghormatan,
        penghargaan, dan ucapan terima kasih kepada orang yang dituakan atau orang
        yang  dihormati.  Di  desaku  punjungan  itu  biasanya  berupa  nasi  tumpeng
        lengkap dengan berbagai macam lauk, terutama ingkung ayam serta berbagai
        makanan ringan seperti lemper, jadah, serabi, criping, lempeng dan lain-lain.

        Kami  selalu  makan  bersama.  Kami  duduk  lesehan  di  lantai  atau  di  amben
        besar,  mengelilingi  makanan  yang  tersaji.  Biasanya  simbok  membagi-bagikan
        lauk, sedang untuk nasi masing-masing mengambil sendiri dari ceting atau dari
        tambir.  Apabila  piring  makan  tidak  cukup,  kami  biasa    menggunakan  daun
        pisang,  dibuat  pincuk  sebagai  alas  makan.  Kami  tidak  terbiasa  menyuap
        makanan menggunakan sendok, kecuali untuk nyruput kuah sayur. Dengan tata
        cara  makan  demikian,  berkumpul  bersama,  duduk  lesehan  dan  berebut
        makanan,  kemruyuk,  membuat  kami  menjadi    sangat  kompak  dan  terlihat
        guyub rukun.


        Gambar no 01. Gambar pemandangan desaku.
                               Gambar orang membajak sawah.
                               Gambar anak menggembala kerbau  dll.


        Tentang Bapakku
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17