Page 122 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 122
mendapatkan SIM B Khusus. Dengan memiliki SIM itu, aku sudah
bisa mengemudikan berbagai mobil militer, bahkan berani
membawa mobil umum sekalipun. Sayangnya, aku baru mendapat
inventaris mobil setelah menjabat sebagai Wadanyon, walaupun
secara diam-diam selama bertugas di Batalyon Armed 3. Kadang
aku meminjam mobil cadangan untuk memelihara kemampuan
mengemudiku. Hal tersebut disebabkan calon mertuaku memiliki
mobil.
Kursus terasa berjalan santai. Hubungan antara siswa dan
instruktur terasa sangat cair. Disiplin dan tekanan fisik tidak
seketat seperti waktu di AMN. Banyak waktu luang untuk pesiar
bahkan untuk berweekend.
Selama pendidikan, aku sempat beberapa kali menjenguk simbok.
Aku sudah menerima gaji sehingga aku bisa membelikan sekedar
buah tangan untuk simbok. Aku membeli radio transitor agar
beliau bisa mendengarkan uyon-uyon atau siaran wayang kulit
dari RRI Yogyakarta dan Wonocolo. Namun, sayang, kadang-
kadang siaran hanya bisa ditangkap apabila cuaca bagus dan
dengan memasang antene yang tinggi. Belum ada TV. Selain
mahal, siaran TV mustahil bisa ditangkap didesa.
Aku merasa bahagia bisa berbagi dengan orang tua, walaupun
masih sangat terbatas.
Puncak kegiatan kursus adalah latihan menembak meriam di
lapangan tembak Batujajar. Latihan menembak ini diakhiri dengan
upacara tradisi korp “pembaretan” dan “pengukuhan” kami
sebagai warga Armed oleh Danpussenarmed selaku “Pembina
Korp”.
Aku kembali mengenakan baret dengan warna yang hampir
serupa baret Taruna, yaitu cokla, dengan emblem “ TRI SANDYA
YUDHA”
Waktu itu korp yang memakai baret hanya Artileri (coklat),
Kavaleri (hitam), RPKAD (merah darah), Polisi Militer (biru), dan
Taruna AMN.

