Page 13 - SEMANTIK
P. 13
Di dalam penuturan atau tindak berbahasa, beberapa
bentuk kebahasaan, seperti bunyi dan suku kata hadir tidak
berdiri sendiri, melainkan selalu bersama bunyi atau suku
kata yang lainnya. Hanya saja, untuk kepentingan analisis
bahasa di dalam studi fonetik atau fonologi unsur-unsur
ini dipisahkan dari lingkungan atau unsur yang berbeda di
dekatnya.
Bentuk-bentuk kebahasaan yang berwujud bunyi, suku
kata, morfem (pada umumnya), kata, frasa, klausa, kalimat,
paragraf, dan wacana adalah unsur-unsur kebahasaan
yang dapat dipisah-pisahkan atau disegmentasikan. Oleh
karenanya, unsur-unsur ini disebut unsur segmental.
Selain unsur segmental ini, bentuk-bentuk kebahasaan
perwujudannya juga diiringi dengan unsur-unsur yang
tidak dapat dibagi-bagi atau dipisah- pisahkan. Unsur
kebahasaan ini disebut unsur suprasegmental. Unsur-unsur
suprasegmental terdiri atas keras lemahnya suara (tekanan),
tinggi rendahnya suara (nada), panjang pendeknya ucapan
(durasi), dan jarak waktu pengucapan (jeda).
Variasi keempat unsur suprasegmental di dalam
tuturan seseorang disebut intonasi. Di dalam bahasa tulis,
unsur-unsur suprasegmental digambarkan dengan tanda
baca, seperti koma (,), titik (.), tanda tanya (?), tanda seru
(!), titik koma (;), dsb. Bagaimanapun lengkapnya kaidah
tata tulis (ortografis) sebuah bahasa, kaidah-kaidah itu tidak
akan mampu menggambarkan keseluruhan variasi unsur-
unsur segmental bahasa lisan. Kenyataan ini menjadikan
salah satu alasan mengapa bahasa tulis dipandang sebagai
objek primer linguistik dan bahasa tulis sebagai objek
sekundernya (Verhar, 1996: 7). Ini berarti bahwa, bila
memang dimungkinkan, penelitian bahasa dengan data
SEMANTIK
2 Teori dan Analisis